Nilai tukar rupiah dibuka melemah 20 poin ke level Rp 14.906 per dolar AS pagi ini. Namun, analis menyebut ada peluang rupiah menguat tengah meluasnya ekspektasi pasar terhadap bank sentral AS, The Federal Reserve yang tak akan agresif lagi menaikkan suku bunga acuannya.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat dari posisi pembukaan ke Rp 14.852 pada pukul 09.40 WIB, atau menguat 0,26% dibandingkan penutupan kemarin.
Rupiah menguat paling tinggi dibandingkan mata uang Asia lainnya disusul baht Thailand, dolar Singapura, dan ringgit Malaysia yang kompak menguat pagi ini. Sebaliknya, mata uang regional lainnya terkoreksi, terutama peso Filipina yang melemah 0,32% , rupee India 0,18% dan Won Korea Selatan 0,17%.
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah akan menguat lagi hari ini di tengah meluasnya ekspektasi The Fed segera mengakhiri tren kenaikan suku bunga. Kurs rupiah berpotensi menguat ke arah Rp 14.800, dengan potensi resisten di kisaran Rp 14.930 per dolar AS.
"Pelaku pasar kelihatannya mengantisipasi ekspektasi bahwa The Fed akan menahan kenaikan suku bunga acuannya setelah rapat bulan Mei ini, dengan kembali masuk ke aset berisiko. Salah satu aset berisiko yang terlihat naik adalah Bitcoin, yang sudah kembali ke area US$ 30 ribu," jata Ariston dalam catatannya pagi ini, Rabu (12/4).
Pernyataan Gubernur The Fed Philadelphia Patrick Harker semalam juga memvalidasi ekspektasi tersebut. Dia mendukung suku bunga mencapai di atas 5%. Ini artinya, ada peluang kenaikan 25 bps lagi pada bulan depan, tetapi kemungkinan tidak ada kenaikan lagi setelahnya. Menurutnya, sejumlah tanda telah mendukung bahwa serangkaian kenaikan bunga yang lalu telah berbuah hasil.
Analis DCFX Lukman Leong juga memperkirakan serupa, rupiah berpeluang menguat dengan bergerak di rentang Rp 14.850-Rp 15.000 per dolar AS. Perhatian pasar tertuju terhadap arah suku bunga The Fed, terutama menantikan rilis notulen rapat The Fed malam ini.
Dari domestik, ia menyebut investor menantikan data penjualan ritel Indonesia bulan Februari yang sebelumnya telah terus menurun dalam enam bulan terakhir. "Apabila data ritel bisa lebih baik maka rupiah berpotensi untuk melanjutkan penguatan," kata dia dalam catatannya.
Penguatan rupiah belakangan ini didukung oleh faktor domestik dengan permintaan kuat SBN terutama dari asing. Data BI, inflow ke pasar SBN sepanjang tahun ini hingga 5 April sudah mencapai Rp 59 triliun secara neto.