Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan bahwa kerentanan sistem keuangan yang mengintai saat ini berpotensi menciptakan krisis baru dan menjatuhkan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini. Namun, IMF tetap mendesak negara-negara anggota untuk memperkuat kebijakan moneternya demi melawan inflasi yang terus meningkat.
Peringatan suram itu muncul saat pertemuan musim semi IMF dan Bank Dunia di Washington pada pekan ini. IMF memperkirakan pertumbuhan PDB riil mencapai 2,8% pada tahun ini dan 3% pada tahun depan, 10% lebih rendah dibandingkan perkiraan yang dirilis pada Januari untuk tahun ini maupun tahun depan. Ekonomi global tumbuh 3,4% pada tahun 2022.
Prospek ekonomi yang lebih suram tersebut adalah asumsi dasar dan belum mencakup gejolak baru dari sistem keuangan setelah kegagalan pada Maret dari pemberi pinjaman AS Silicon Valley Bank dan Signature Bank, serta penjualan paksa Credit Suisse.
IMF memangkas perkiraan pertumbuhan global tahun ini menjadi lebih rendah, asumsi dasarnya tidak termasuk, untuk saat ini, gejolak besar baru dari gejolak sistem keuangan setelah kegagalan pada bulan Maret dari pemberi pinjaman AS Silicon Valley Bank dan Signature Bank dan penjualan paksa Kredit Swiss Suise.
Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah mencerminkan kinerja yang lebih lemah di beberapa negara ekonomi besar, seperti Jepang, Jerman, India, dan Brasil. Ini mengimbangi kinerja yang lebih kuat di Amerika Serikat dan kontraksi yang lebih dangkal di Inggris. IMF juga menekankan ekspektasi kondisi keuangan yang lebih ketat tahun ini.
Ramalan IMF juga masih diwarnai risiko penurunan, termasuk inflasi yang lebih tinggi, eskalasi perang di Ukraina, hingga krisis keuangan baru yang dapat mendorong penurunan tajam dalam pinjaman dan belanja rumah tangga. IMF menilai, risiko krisis keuangan bahkan dapat menekan pertumbuhan global kembali menjadi sekitar 1% tahun ini, secara efektif merupakan resesi berdasarkan PDB per kapita.
Laporan Stabilitas Keuangan Global IMF memperingatkan tentang "kombinasi kerentanan yang berbahaya" di pasar keuangan. Lembaga ini mengatakan bahwa beberapa peserta telah gagal mempersiapkan diri secara memadai untuk dampak kenaikan suku bunga.
Pejabat IMF mengatakan, risiko seperti itu telah meningkat dengan cepat setelah gejolak sistem keuangan global bulan lalu, dengan investor tetap gelisah dan beberapa mencari mata rantai terlemah berikutnya yang dapat menyebarkan penularan.
"Bahkan jika Anda berpikir bahwa rata-rata bank memiliki banyak modal dan likuiditas, mungkin ada institusi yang lemah ini yang kemudian masuk kembali ke dalam sistem secara keseluruhan," Tobias Adrian, direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, kepada Reuters.
Terlepas dari peringatan tersebut, Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas mengataka, inflasi masih merupakan masalah yang lebih besar dan stabilitas harga harus diutamakan daripada risiko stabilitas keuangan untuk kebijakan moneter bank sentral. Menurut dia, prioritas baru perlu dibalik hanya jika terjadi krisis keuangan yang sangat parah.