Kementerian Keuangan bakal menggelontorkan insentif pajak untuk dunia usaha pada tahun depan. Insentif bakal dikucurkan untuk sektor tertentu, mulai dari hilirisasi hingga otomotif.
"Sektor-sektor yang memang akan kami dorong tentunya adalah sektor-sektor yang menghasilkan nilai tambah yang cukup kuat, misalnya hilirisasi dari sumber daya alam kita. Itu yang akan mendapat perhatian," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (30/5).
Selain itu, insentif juga akan diberikan untuk beberapa sektor usaha eksisting yang masih terus membutuhkan dukungan untuk berkembang. Febrio menyebut salah satu contohnya yakni sektor otomotif.
Insentif pajak masih akan diberikan untuk menggenjot sektor otomotif agar Indonesia tak kehilangan daya saing. Indonesia saat ini, kata dia, sudah berada di peringkat 14 sebagai negara produsen otomotif terbesar dunia, sehingga perlu dukungan untuk mendorongnya lebih berkembang lagi.
Selain itu, sektor usaha lainnya yang tetap mendapat insentif pajak tahun depan yakni lapangan usaha padat karya atau yang mempekerjakan banyak orang. Pertimbangan utamanya terkait multiplier effect atau efek berganda sektor tersebut ke perekonomian.
"Insentif akan terus kita pertimbangkan dan akan selalu kita kalibrasi tiap tahun," kata Febrio.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2024 (KEM-PPKF) menyebut arah kebijakan fiskal tahun depan akan mendukung pemberian insentif pajak yang terarah dan terukur dalam rangka mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memberi kemudahan investasi.
Arah kebijakan pemberian insentif kepabeanan ditujukan untuk menarik investasi dan meningkatkan ekspor, termasuk untuk industri kecil menengah (IKM). Insentif cukai diberikan melalui kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok yang bersifat multiyears pada 2023 dan 2024 sebesar rata-rata 10%.
Pemerintah telah memberi sejumlah insentif perpajakan untuk mendukung hilirisasi sumber daya alam, di antaranya sebagai berikut:
1. Pembebasan bea masuk impor peralatan, pembebasan pajak dalam rangka impor (PDRI) untuk mesin dan barang strategis lainnya, tarif PPNBM 0%, larangan ekspor bahan mentah, dan bea keluar bahan mentah/baku untuk mendukung ketersediaan/kecukupan bahan baku dan peralatan,
2. Pengembangan kawasan khusus, antara lain Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri, Kawasan Berikat, Gudang Berikat, dan belanja K/L dalam rangka mendukung penyediaan infrastruktur dan pemberian fasilitas perpajakan,
3. Penjaminan Pemerintah (government guarantee), Viability Gap Fund (VGF), dan Project Development Facility (PDF) dalam rangka mendukung skema KPBU,
4. Tax holiday dan tax allowance, fasilitas perpajakan, royalti nol persen peningkatan nilai tambah batu bara, pembedaan tarif royalti komoditas mineral, fasilitas ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan perjanjian perdagangan Free Trade Agreement (FTA) dalam rangka mendorong investasi dan perluasan akses pasar, dan
5. Super Deduction PPh penelitian dan pengembangan dan vokasi, pemanfaatan Dana Abadi Penelitian, alokasi dana riset melalui K/L, serta alokasi anggaran Pendidikan untuk pengembangan SDM yang sejalan kebutuhan industri dalam rangka mendorong riset dan SDM unggul