Pengusaha Jusuf Hamka mengklaim pemerintah belum membayar utang kepada perusahannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk atau CMNP mencapai Rp 800 miliar. Tagihan utang yang sudah berlangsung tahunan ini menyangkut deposito milik CMNP di salah satu bank yang mendapat bailout dari negara saat krisis moneter 1998.
Bagaimana awal mulanya?
Utang negara kepada Jusuf Hamka bermula dari kepemilikan deposito CMNP di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama sebesar Rp 78 miliar. Namun, bank Yama menjadi salah satu korban Krisis Moneter 1998.
Bank tersebut sebetulnya mendapat dana talangan dari pemerintah melalui Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk mengembalikan dana nasabah. Namun, Jusuf Hamka mengatakan deposito CMNP tak dibayarkan karena pemerintah menyebut ada afilisasi antara perusahaan dengan Bank Yama.
Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, deposito CMNP di Bank Yama saat itu tidak mendapatkan penjaminan pemerintah karena pemilik CMNP dan Bank Yama adalah orang yang sama, yakni Siti Hardianti Rukmana atau Mbak Tutut yang merupakan anak Presiden Soeharto. Lantaran afiliasi tersebut, maka permohonan pengembalian dana ditolak oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Jusuf Hamka yang tak terima dengan keputusan tersebut lantas menggugat pemerintah ke pengadilan pada 2012. Hasilnya, CMNP menang dalam gugatan tersebut dan pemerintah harus membayarkan deposito milik CMNP beserta bunganya sebesar 2% per bulan.
Meski demikian, Yustinus mengatakan, kewajiban pemerintah mengembalikan deposito itu bukan karena negara memiliki kewajiban kontraktual kepada CMNP. Hakim berpendapat bahwa negara bertanggung jawab atas gagalnya Bank Yama sehingga harus mengembalikan deposito CMNP
Jusuf Hamka mengatakan, pemerintah tak kunjung memenuhi kewajibannya. Pihaknya kemudian bersurat ke Kementerian Keuangan dan akhirnya bisa bertemu langsung pada 2015.
Dari penjelasannya, Kemenkeu saat itu sempat meminta diskon dan pihaknya setuju. Sehingga total kewajiban yang disepakati dan harus dibayar saat itu sebesar Rp 179 miliar dari yang seharusnya berdasarkan perhitungan Jusuf Hamka mencapai Rp 400 miliar. Kemenkeu pun, menurut dia, berjanji saat itu akan membayarkannya.
"Setelah dua minggu tandatangan perjanjian katanya kita akan dibayar, ternyata sampai hari ini kita nggak dibayar. Jadi kalau sampai hari ini mungkin uangnya sudah sampai Rp 800 miliar," ujar Jusuf, Kamis (8/6).
Ia menyebut sudah sempat bertemu langsung dengan beberapa pejabat negara, mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga Menko Perekonomian Airlangga Hartarto untuk meminta kejelasan. Namun ia merasa keluhannya tak digubris.
"Saya cuma minta belas kasihan dengan pemerintah. Kalau memang sebagai warga negara dan sebagai wajib pajak yang baik tolonglah diperhatikan," ujarnya.
Respons Sri Mulyani hingga Mahfud
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah merespons keluhan Jusuf Hamka. Ia mempersilakan pengusaha Jusuf Hamka menagih utang pemerintah terhadap perusahaannya secara langsung ke Kementerian Keuangan.
"Silakan Pak Jusuf Hamka langsung ke Kementerian Keuangan. Nanti kalau perlu bantuan teknis, saya bisa bantu, misalnya dengan memo atau surat-surat yang diperlukan," kata Mahfud, Minggu (11/6).
Mahfud menjelaskan, ia telah mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk mengkoordinasi pembayaran utang pemerintah terhadap pihak swasta atau rakyat. Perintah ini, disampaikan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat internal pada 23 Mei 2022.
Setelah instruksi tersebut, Mahfud menindaklanjuti dengan mengeluarkan Keputusan Menkopolhukam Nomor 63 tahun 2022. Keputusan Menkopolhukam yang dikeluarkan pada pada 30 Juni 2022 tersebut, berisi arahan untuk meneliti kembali dan menentukan pembayaran terhadap pihak-pihak yang memiliki piutang kepada pemerintah, di mana pengadilan sudah memutuskan pemerintah wajib membayarnya.
"Kami juga sudah memutuskan pemerintah harus membayar dan tim yang kami bentuk bersama Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan lainnya, termasuk dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, itu sudah ada di situ memutuskan untuk membayar," ujarnya.
Namun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani belum memberikan kepastian terkait pembayaran utang kepada Jusuf Hamka. Menurut dia, tagihan utang kepada negara oleh Jusuf Hamka merupakan bagian dari persoalan masa lalu terkait penyelamatan bank pada era krisis moneter 1998. Ia lantas menyoroti aset-aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang hingga kini belum sepenuhnya kembali ke negara.
Meski demikian, Sri Mulyani mengaku tak menutup mata terkait proses hukum yang diajukan oleh pihak terkait, termasuk Jusuf Hamka. Namun, ia merasa perlu mempelajari secara teliti masalah ini.