Pengusaha Jusuf Hamka menyatakan belum menerima undangan untuk berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan terkait tagihan utang negara kepada perusahaannya, PT Citra Marga Nusaphala Tbk yang mencapai Rp 800 miliar. Ia sebenarnya menunggu itikad baik dari Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan masalahnya.
"Sampai saat ini belum ada komunikasi dengan Kementerian Keuangan, padahal saya justru ingin berkomunikasi dengan Kemenkeu. Ini yang mengajak berkomunikasi justru Kemenkopolhukam dan saya berterima kasih," ujar Jusuf Hamka kepada Katadata.co.id, Selasa (13/6).
Ia mengatakan, sebenarnya pernah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan bawahannya terkait tagihan utang tersebut pada 2021. Namun hingga kini, belum ada kejelasan terkait rencana pembayaran.
"Dua tahun lalu saya pernah bertemu dengan Ibu Sri Mulyani, sudah bersurat juga, tapi ujungnya hanya dioper sana-sini," katanya.
Jusuf Hamka mengaku kecewa dengan pernyataan Kementerian Keuangan yang justru kembali mengungkit afiliasi antara CMNP dengan Sri Hadianti Rukmana alias Tutut Soeharto. Ia menegaksan, Tutut tidak lagi memiliki afiliasi dengan CMNP sejak 1997. Hal ini juga sudah dibuktikan dengan keputusan pengadilan yang memenangkan CMNP pada 2012 dan memerintahkan pemerintah membayar deposito berikut denda 2% per bulan.
"Kan sudah jelas ada putusan pengadilan, ini malah berputar-putar," katanya.
Selain memiliki keputusan hukum yang tetap, menurut dia, sudah ada kesepakatan oleh Kementerian Keuangan untuk melalukan pembayaran pada 2015. Ia bahkan saat itu rela memberikan diskon dari tagihan awal sebesar Rp 400 miliar menjadi Rp 179 miliar.
"Sekarang sudah berlarut-larut, saya tidak mau lagi Rp 179 miliar. Rp 800 miliar itu perhitungan deposito awal Rp 78 miliar dengan denda 2% per bulan sejak 1998," kata dia.
Ia juga bingung dengan pernyataan Kementerian Keuangan yang menyebut dirinya bukan pemegang saham atau pengurus CMNP. Dalam akta perusahaan, Jusuf Hamka memang tak terdaftar sebagai pemegang saham maupun pengurus CMNP.
Induk usaha CMNP secara langsung dalam akta perusahaan adalah BP2S Singapore/BNP Paribas Singapore Branch Wealth Management yang menggenggam 58,95% saham per 31 Mei 2023. Namun demikian, Mohamad Jusuf Hamka alias Jusuf Hamka terdaftar sebagai pemilik akhir. Komisaris Utama CMNP saat ini dijabat oleh puteranya Feisal Hamka, sedangkan direktur utama CMNP dijabat oleh puterinya, Fitria Yusuf.
Tagihan utang ke negara ini bermula dari kepemilikan deposito CMNP di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama sebesar Rp 78 miliar yang menjadi salah satu korban Krisis Moneter 1998. Bank tersebut sebetulnya mendapat dana talangan dari pemerintah melalui Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk mengembalikan dana nasabah. Namun demikian, deposito CMNP di Bank Yama saat itu tidak mendapatkan penjaminan pemerintah.
Pemerintah saat itu menduga pemilik CMNP dan Bank Yama adalah orang yang sama, yakni Siti Hardianti Rukmana atau Mbak Tutut yang merupakan anak Presiden Soeharto. Lantaran afiliasi tersebut, maka permohonan pengembalian dana ditolak oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Jusuf Hamka yang mengambilalih CMNP pada 2012 lantas menggugat pemerintah ke pengadilan pada tahun yang sama. Hasilnya, CMNP menang dalam gugatan tersebut dan pemerintah harus membayarkan deposito milik CMNP beserta bunganya sebesar 2% per bulan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah merespons keluhan Jusuf Hamka sejak pekan lalu. Ia mempersilakan pengusaha Jusuf Hamka menagih utang pemerintah terhadap perusahaannya secara langsung ke Kementerian Keuangan.
Mahfud pun pada sore ini memanggil Jusuf Hamka ke kantornya untuk berkomunikasi terkait tagihan pengusaha tersebut. Ia berjanji akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani belum memberikan kepastian terkait pembayaran utang negara kepada Jusuf Hamka. Sri Mulyani pada Senin (12/6) menyebut, tagihan utang kepada negara oleh Jusuf Hamka merupakan bagian dari persoalan masa lalu terkait penyelamatan bank pada era krisis moneter 1998. Ia lantas menyoroti aset-aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang hingga kini belum sepenuhnya kembali ke negara.
Ia pun enggan memberikan informasi lebih lanjut ketika dimintai konfirmasi oleh wartawan di Gedung DPR pada Selasa (13/6). Sri Mulyani hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan.