Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah menyusut Rp 62 triliun dalam sebulan menjadi Rp 7.787 triliun per akhir Mei 2023. Penurunan terutama berasal dari surat utang dalam negeri, sedangkan utang asing baik yang berbentuk obligasi maupun pinjaman meningkat.
Utang pemerintah tercatat turun dalam dua bulan beruntun. Seiring penurunan pada nominal utang tersebut, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB juga ikut turun menjadi 37,85%.
"Penurunan ini dipengaruhi pembiayaan baik dari instrumen Pinjaman maupun SBN, di mana pembayaran cicilan pokok utang pada bulan Mei lebih besar dari pada pengadaan atau penerbitan utang baru," demikian keterangan Kemenkeu dikutip Rabu (28/6).
Selain itu, Kemenkeu juga menilai kondisi utang pemerintah itu masih aman karena jauh di bawah ambang batas maksimal yang diatur UU sebesar 60% PDB. Utang tersebut juga dinilai masih sesuai UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan masih sesuai yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40%.
Komposisi utang pemerintah terdiri atas dua jenis, yakni Surat Berharga Negara (SBN) alias obligasi dan pinjaman. Hampir 90% dari posisi utang pemerintah itu berupa SBN.
Posisi utang berbentuk SBN saat ini sebesar Rp 6.934 triliun, turun Rp 72,7 triliun. Kemenkeu melaporkan penurunan pada posisi obligasi domestik mencapai Rp 103,4 triliun, sementatra obligasi berbentuk valuta asing alias valas naik Rp 30,7 triliun.
Dari sisi pinjaman pemerintah meningkat Rp 10,4 triliun menjadi Rp 853 triliun. Kenaikan terutama yang berasal dari luar negeri sebesar Rp 8,8 triliun, sementara sisanya dari kenaikan pinjaman di dalam negeri.
Kemenkeu memastikan terus mengelola utang secara hati-hati. Ini dilakukan melalui optimalisasi komposisi utang, baik terkait mata uang, suku bunga maupun jatuh tempo.
Dari sisi jenis, mayoritas utang pemerintah berbentuk SBN. Profil utang jatuh tempo per akhir Mei juga dinilai masih cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo di kisaran delapan tahun.
Selain itu, strategi pembiayaan utang tahun ini juga mendorong penarikan utang dari dalam negeri, sementara penarikan utang dari luar negeri hanya sebagai pelengkap. Kemenkeu mencatat 72,15% dari utang pemerintah saat ini berasal dari dalam negeri.
"Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid," kata Kemenkeu.
Untuk mendukung hal tersebut, Kemenkeu akan mengembankan berbagai instrumen SBN, termasuk pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan seperti Green Sukuk dan SDGs seperti SDG Bond dan Blue Bond.