Pemerintah ingin Indonesia bergabung menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD. Rencana keanggotaan Indonesia itu telah disampaikan kepada negara-negara anggota OECD lainnya.
Jika rencana itu berhasil, Indonesia akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara dan ketiga di Asia yang bergabung sebagai anggota OECD setelah Jepang dan Korea Selatan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menerima kunjungan Sekjen OECD Mathias Cormann. Dalam pertemuan dengan Airlangga, Cormann melaporkan telah memberitahu 38 negara anggota lainnya terkait rencana keanggotaan Indonesia.
Namun, masih butuh waktu panjang bagi Indonesia bergabung dengan organisasi tersebut.
"Anggota terakhir, Kolombia itu kalau tidak salah memakan waktu sampai delapan tahun, meskipun ada juga yang empat tahun," kata Airlangga usai bertemu dengan Sekjen OECD Mathias Cormann di kantornya, Jakarta, Kamis (10/8).
Manfaat Indonesia Jadi Anggota OECD
Airlangga mengatakan keanggotaan Indonesia di OECD bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"OECD selalu menerapkan standar dan regulasi yang ditujukan agar kehidupan menjadi lebih baik, jadi kehidupan masyarakat akan lebih baik," kata Airlangga.
Manfaat lainnya, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia potensi terangkat berkat dukungan peers atau dari negara anggota lain. Sebagian besar negara anggota OECD merupakan negara maju yang pendapatan per kapitanya tinggi.
Dukungan dari negara peers anggota OECD diharap bisa mendukung program pembangunan di dalam negeri. "Dalam tanda petik, (manfaatnya) kita bisa lolos middle income trap," ujar Airlangga.
Pemerintah menargetkan pendapatan per kapita masyarakat menjadi US$ 5.500 pada akhir tahun depan. Dengan bergabung ke OECD, pemerintah berharap pendapatan per kapita bisa terus menanjak dan naik dua kali lipat lebih dari US$ 11 ribu di masa mendatang. Kenaikan pendapatan per kapita itu, kata dia, menandakan kesejahteraan masyarakat juga meningkat.
Selain itu, aliran masuk modal asing ke Indonesia juga diharap bisa makin kencang karena Indonesia bergabung dengan negara-negara maju yang menerapkan standar 'tinggi'.
Sebaliknya, Airlangga menilai tidak ada konsekuensi negatif dari bergabungnya Indonesia ke OECD. Keputusan ini pun menurutnya tidak berkaitan dengan keputusan fasilitas GSP Amerika Serikat yang membebaskan bea masuk atas produk impor dari Indonesia.