Pemulihan Ekonomi dan Pariwisata Cina Kunci Pertumbuhan Ekonomi ASEAN

Pixabay
Ilustrasi di salah satu pusat keramaian di Cina.
Penulis: Happy Fajrian
12/8/2023, 17.06 WIB

Kantor Riset Ekonomi Makro ASEAN+3 (AMRO) menilai pemulihan ekonomi Cina menjadi kunci untuk pertumbuhan ekonomi kawasan lebih lanjut. Bulan lalu AMRO menurunkan proyeksi pertumbuhan ASEAN tahun ini sebesar 0,4 poin persentase menjadi 4,5%.

Kepala Ekonom AMRO Khor Hoe Ee mengatakan bahwa Asia Tenggara tengah menghadapi angin sakal yang sangat kuat dalam ekspor yang menyebabkan ekspor melemah dan negatif di beberapa negara ASEAN.

“Vietnam adalah salah satu yang paling terpukul. AMRO merevisi turun proyeksi pertumbuhan 2023 negara itu menjadi 4,4% dari 6,8% yang diproyeksikan pada April,” kata Khor, seperti dikutip dari Nikkei Asian Review, Sabtu (12/8).

Negara-negara Asia Tenggara mengekspor semikonduktor dan komponen lainnya ke Cina, di mana produsen merakitnya menjadi ponsel pintar atau smartphone dan produk lainnya yang kemudian dikirim ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

“Jadi ketika ekspor Cina tidak berjalan dengan baik, dampaknya di kawasan juga tidak terlalu kuat. Itulah sebabnya ekspor di kawasan ini tidak banyak diuntungkan dari pemulihan ekonomi di Cina,” katanya.

Dia menambahkan bahwa begitu ekonomi AS mulai pulih, dan ekspor Cina ke AS dan Eropa meningkat, maka impor Cina akan jauh lebih kuat dari wilayah Asia Tenggara dalam bentuk barang setengah jadi.

“Negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia mengekspor batu bara dan minyak kelapa sawit ke Cina, dan itu sangat-sangat penting bagi mereka dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan juga keseimbangan eksternal,” kata Khor.

Adapun untuk tahun depan AMRO menaikkan proyeksi pertumbuhan ASEAN sebesar 0,1 poin persentase menjadi 5,3%. “Kami pikir ekspor ASEAN akan menguat pada akhir tahun ini, dan tahun depan, akan jauh lebih kuat,” ujarnya.

Selain barang, pariwisata Cina di luar negeri tetap lemah bahkan setelah meredanya pandemi Covid-19. Khor menekankan bahwa pariwisata sangat penting bagi sebagian besar ekonomi di Asia Tenggara, terutama Kamboja, Thailand, dan Filipina.

“Tentu saja, pasar terbesar di kawasan ini adalah Cina. Cina pernah berkontribusi sepertiga dari jumlah turis di kawasan itu tapi sekarang hanya 8%,” katanya.

“Ini masih di bawah level pra-pandemi, yang merupakan hal yang baik, karena itu artinya masih banyak potensi wisatawan Cina untuk datang berwisata ke wilayah tersebut, dan itu akan membantu mendukung perekonomian di beberapa negara di kawasan tersebut,” kata Khor.

Mengenai dampak memburuknya hubungan AS-Cina, ia mengatakan bahwa negara-negara ASEAN mendapat manfaat dari konfigurasi ulang rantai pasokan, di mana bisnis berusaha membangun ketahanan yang lebih besar di tengah ketidakpastian geopolitik.

Dia menunjukkan bahwa penerima manfaat utama dari ini adalah Vietnam, Thailand dan Malaysia, serta Indonesia, karena bisnis Cina sekarang berinvestasi besar-besaran di Indonesia untuk menambang nikel dan kemudian mengolahnya. Nikel adalah bahan utama baterai pada kendaraan listrik dan produk lainnya.

“Jadi beberapa negara di kawasan ini mendapat manfaat dari rekonfigurasi rantai pasokan ini dan membangun ketahanan yang lebih besar,” katanya. “Jadi menurut kami konfrontasi tidak selalu berdampak buruk bagi kawasan.”