Kondisi ekonomi Cina yang lesu akan memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia, terutama dari sisi perdagangan. Namun, Bank Indonesia menilai, dampaknya tak besar karena pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang kuat, terutama dari kalangan milenial.
Meski demikian, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis kinerja perekonomian Indonesia masih akan kuat pada tahun ini dan tahun depan. Perry menilai, pelemahan ekonomi Cina memang mempengaruhi kinerja ekspor, tetapi ekonomi Indonesia masih ditopang oleh konsumsi domestik.
"Sebenarnya ekspor juga masih bagus, tapi sumber pertumbuhan kita itu dari domestik. Konsumsi rumah tangga itu tinggi dan ini terutama di sektor jasa atau tersier, seperti perdagangan, akomodasi, makan dan minuman," ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (24/8).
Perry mengatakan, kinerja pertumbuhan ekonomi yang masih ditopang konsumsi pada sektor-sektor tersier menunjukkan dukungan dari generasi milenial yang merupakan 70% dari total penduduk Indonesia. "Generasi milenial ini, pendapatannya semakin tinggi dan ini menjadi daya dukung perekonomian kita," kata Perry.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2023 masih tercatat sebesar 5,17% secara tahunan, meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04%. Perry memperkirakan, ekonomi pada triwulan III masih mampu tumbuh di kisaran 5,1% meski ekonomi global tak menentu.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua ditopang oleh kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Berdasarkan lapangan usaha (LU), seluruh sektor mencatat pertumbuhan positif dengan pertumbuhan yang tinggi tercatat pada sektor jasa, seperti transportasi dan pergudangan, akomodasi dan makan minum, serta perdagangan besar dan eceran.
Ekonomi Cina yang semakin lesu terlihat dari indeks harga konsumen yang mengalami deflasi pada Juli. Kinerja perdagangan Cina juga lesu. Ekspor Cina anjlok 14,5% pada Juli 2023 dibandingkan tahun lalu, penurunan terdalam sejak Februari 2020. Impor juga anjlok 12,4% yang merupakan penurunan terdalam sejak Mei 2020.