Pro dan Kontra Kebijakan Single Salary Menurut Pengamat

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.
Pemerintah berencana menerapkan kebijakan reformasi sistem pensiun dan gaji tunggal (single salary) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Penulis: Zahwa Madjid
14/9/2023, 16.00 WIB

Pemerintah berencana menerapkan konsep kebijakan reformasi sistem pensiun dan gaji tunggal (single salary) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2024. Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjelaskan desain single salary merujuk pada sistem gaji di mana ASN hanya akan menerima satu jenis penghasilan yang merupakan gabungan berbagai komponen penghasilan.

Single salary system yang diterapkan terdiri atas unsur jabatan (gaji) dan tunjangan (kinerja dan kemahalan). Sistem pemeringkatan  (grading) akan ditetapkan dalam menentukan besaran gaji di beberapa jenis jabatan ASN. Gaji merupakan imbalan yang diberikan kepada PNS sebagai bentuk balas jasa atas pekerjanya. 

Adapun grading adalah level atau peringkat nilai atau harga jabatan yang menunjukkan posisi, beban kerja, tanggungjawab dan risiko pekerjaan. Setiap level akan dibagi menjadi beberapa langkah dengan nilai rupiah yang berbeda.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai kebijakan single salary dapat memberikan peningkatan pendapatan secara umum kepada pegawai ASN, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Selain itu,  setiap pegawai akan menerima jumlah yang pasti. 

Di sisi lain, kebijakan single salary menyebabkan pegawai yang memiliki jabatan yang tinggi akan mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pegawai yang memiliki kinerja yang baik.

“Kalau ada tunjangan seperti saat ini, beban kerjanya semakin tinggi tunjangannya semakin tinggi,  produktivitas juga akan lebih tinggi,” kata Tauhid kepada Katadata.co.id

Tauhid pun menilai dengan kebijakan ini, besar kemungkinan pemerintah akan menggelontorkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang lebih besar untuk gaji ASN, TNI, serta Polri. “APBN tentu akan jauh lebih banyak daripada berdasarkan kinerja. Karena secara periodik naik namun lebih mendorong yang yang jabatannya lebih rendah untuk naik ke atas,” kata Tauhid.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai  sistem pembagian gaji ASN harus berbasis kinerja. Dengan demikian, tinggi rendahnya gaji yang diterima sesuai dengan kinerja masing-masing pegawai.

Jika kebijakan single salary diberlakukan, pemerintah harus menyiapkan bentuk evaluasi baru untuk memastikan tetap objektif dan memicu ASN untuk meningkatkan kinerja. “Jadi, ASN terpicu untuk meningkatkan kinerjanya. Jangan sampai sistem penggajiannya mematahkan semangat yang rajin dan berkinerja baik dibandingkan yang biasa saja atau yang malas,” kata Faisal.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah mengatakan wacana kenaikan gaji dan pensiunan ASN serta TNI dan Polri bisa memberikan empat dampak positif. Dampak positif itu mencakup peningkatan kesejahteraan, kenaikan tingkat konsumsi rumah tangga, peningkatan etos kerja, dan perlindungan sosial bagi ASN serta TNI dan Polri.

Said pun menyebut ASN, TNI, dan Polri belum menerima kenaikan gaji selama empat tahun belakangan. Sedangkan kenaikan inflasi terjadi setiap tahunnya. “Atas dasar keempat pertimbangan di atas, saya memberikan dukungan dan menyetujui kebijakan tersebut,” kata Said.

Reporter: Zahwa Madjid