Rupiah Melemah ke Level Rp 15.520 Tertekan Kebijakan Agresif The Fed

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Petugas menunjukkan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Penulis: Zahwa Madjid
27/9/2023, 10.16 WIB

Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat dengan penurunan 0,19% ke level Rp 15.520 per dolar AS pada awal perdagangan, Rabu (27/9). Para pengamat memperkirakan pelemahan rupiah akan berlanjut seiring kebijakan Bank Sentral AS yang lebih agresif.

Analis pasar uang Lukman Leong mengatakan rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS yang kembali menguat. Adapun dolar AS kini mencapai level tertinggi dalam sepuluh bulan terakhir di tengah sentimen risk off dan  pernyataan dari pejabat Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed mengenai kebijakan suku bunga yang agresif (hawkish).

Lukman memprediksikan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 15.400-Rp 15.550 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

Sementara itu, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS terlihat masih menjadi pemicu pelemahan rupiah terhadap dolar AS hari ini.  Ariston memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.530-Rp 15.550 per dolar AS dengan potensi support di level Rp 15.450 per dolar AS.

Dengan kondisi inflasi AS yang masih belum stabil turun ke arah target 2% dan pertumbuhan ekonomi yang turun tidak dalam, Bank Sentral AS masih membuka peluang kenaikan suku bunga lagi.

“Semalam Pemimpin Bank Sentral AS wilayah Minneapolis, Neel Kaskhari, mengungkapkan adanya peluang suku bunga acuan AS dinaikkan lagi untuk menurunkan inflasi,” kata Ariston, dalam risetnya. Indikator seperti tingkat imbal hasil obligasi AS dan indeks dolar AS masih mendukung ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan AS.

Kenaikan Harga Minyak 

Selain itu, harga minyak mentah dunia yang masih di atas US$90 per barel memberikan kekhawatiran tersendiri ke pelaku pasar karena harga minyak yang tinggi menjadi ancaman untuk inflasi global yang lebih tinggi. Kondisi tersebut bisa mendorong perlambatan ekonomi sehingga pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset-aset yang aman seperti obligasi pemerintah dan mata uang dolar AS. 

Bagi negara importir minyak seperti Indonesia, kenaikan harga minyak dunia meningkatkan kebutuhan dolar AS untuk impor minyak sehingga bisa memicu penguatan dolar AS terhadap nilai tukar rupiah.

Sejumlah  mata uang Asia juga terpantau melemah terhadap dolar AS. Melansir Bloomberg, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura turun 0,08%, ringgit Malaysia turun 0,33%, dan baht Thailand melemah 0,22% terhadap dolar AS.

Reporter: Zahwa Madjid