Inflasi September Diramal Naik Imbas Kenaikan Harga BBM Nonsubsidi

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/Spt.
Pengendara mengisi bahan bakar non subsidi di SPBU Pertamina di Jalan Riau, Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/8/2023).
Penulis: Zahwa Madjid
2/10/2023, 07.43 WIB

Inflasi diperkirakan akan kembali naik pada September dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan inflasi bulanan didorong oleh penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis angka indeks harga konsumen pada Senin (2/10) pukul 11.00 WIB.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual memprediksi inflasi bulan September akan meningkat 2,20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kemudian inflasi inti diperkirakan berada di level 2,01% secara tahunan atau year on year (yoy).

David memperkirakan disinflasi terutama disebabkan oleh komponen bahan bakar akibat base effect kenaikan BBM tahun lalu. “Inflasi bahan makanan masih stabil, dengan harga komponen makanan sedikit accelerate dibanding bulan sebelumnya,” kata David dalam risetnya.

Kepala Ekonom Bank Permata, Joshua Pardede memprediksikan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan September 2023 mengalami sedikit kenaikan sebesar 0,08% dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 0,02% mtm.

Kenaikan inflasi bulanan didorong oleh penyesuaian harga minyak non-subsidi sebagai respons terhadap kenaikan harga minyak dunia, kenaikan biaya pendidikan yang bersifat musiman, dan kenaikan harga beras dan gula.

Meski demikian, inflasi pangan diperkirakan akan mengalami deflasi kecil karena harga kelompok pangan selain beras dan gula masih menunjukkan tren penurunan sehingga mendorong deflasi secara bulanan.

Jika mempertimbangkan angka kumulatif sembilan bulan pertama tahun ini, tingkat inflasi year-to-date (ytd) diperkirakan sebesar 1,51%, turun secara signifikan dari inflasi ytd sebesar 4,84% yang tercatat pada periode yang sama tahun sebelumnya atau dalam periode Januari hingga September 2022.

“Kami memproyeksikan tingkat inflasi September 2023 akan menurun menjadi 2,16% yoy dari 3,27% yoy pada bulan yang sama tahun 2022,” kata Joshua dalam risetnya.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh hilangnya dampak dari high base effect pada bulan September tahun lalu yang berasal dari penyesuaian harga BBM Pertalite.

Inflasi inti diperkirakan akan terus menurun, menurun dari 2,18% yoy pada Agustus 2023 menjadi 2,05% yoy pada September 2023. Kendati demikian, secara bulanan, inflasi inti diperkirakan akan cenderung meningkat secara bulanan karena depresiasi Rupiah dan kenaikan biaya pendidikan secara musiman.

Joshua juga memperkirakan inflasi akan mencapai 2,60% pada akhir tahun 2023, karena rata-rata historis menunjukkan bahwa inflasi pada kuartal keempat tahun 2023 biasanya memberikan kontribusi sekitar 1,0 ppt hingga 1,1 ppt terhadap angka inflasi umum tahun ini.

“Namun, kami menyadari adanya risiko yang terkait dengan El Niño dan peristiwa cuaca ekstrem, yang dapat memberikan tekanan pada inflasi pangan,” katanya.

Perkiraan tersebut mendukung kemungkinan Bank Indonesia mempertahankan BI-7DRRR pada tingkat 5,75% hingga akhir tahun 2023, dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian di tengah meningkatnya ketidakpastian global.

Reporter: Zahwa Madjid