Ekonom Prediksi Rupiah Bisa Menguat ke 15.700 per US$ Akhir Tahun Ini
Nilai tukar rupiah melemah 0,25% ke level 15.912 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (23/10) pagi ini. Mata uang Garuda terus melemah 0,49% ke level 15.951 pada siang hari ini, mendekati level psikologis 16.000.
Dua ekonom memperkirakan rupiah akan melemah hanya dalam sementara waktu, setidaknya sampai akhir Oktober. Kemudian, berpotensi menguat pada rentang 15.400-15.600 terhadap dolar AS pada akhir tahun ini.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan rupiah masih akan tertekan dalam jangka pendek atau sampai akhir Oktober 2023.
"Beberapa faktor global akan menjadi penyebab utama rupiah cenderung terdepresiasi," kata Josua kepada Katadata.co.id, Senin (23/10).
Indikator-indikator ekonomi AS terkini, seperti pasar tenaga kerjanya, masih menunjukkan kondisi yang cukup baik, sehingga tingkat inflasi AS menurun, meski tetap cenderung berada di atas sasaran target yang sebesar 2%.
Selanjutnya, konflik Israel dan Hamas yang semakin memanas juga meningkatkan tensi geopolitik pada kawasan Timur Tengah. Hal ini mendorong kenaikan harga minyak internasional yang berujung pada ekspektasi penurunan inflasi global semakin sulit terjadi secara persisten.
"Hal tersebut menyebabkan risiko higher-for-longer meningkat, dengan ruang kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral AS Federal Reserve masih akan terbuka di sisa tahun ini," ujar Josua.
Istilah Higher for longer dapat diartikan sebagai tren level suku bunga tinggi di AS yang akan berlangsung lebih lama dari perkiraan sebelumnya, akibat kondisi ekonomi terkini.
Josua menjelaskan kondisi ini akan memicu sentimen peralihan dana investor ke aset aman.
"Kami melihat rupiah sampai akhir Oktober 2023 dapat berada pada rentang 15.700 – 15.900 per US$," sebut Josua.
Dari sisi domestik, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI7RR sebesar 25bps menjadi 6% setelah terakhir kali menaikkan suku bunga pada Januari 2023 dan cenderung mempertahankannya di level 5,75% selama delapan bulan terakhir.
Keputusan tersebut merupakan langkah untuk memitigasi dampak inflasi barang impor atau imported inflation, sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah.
Pelemahan rupiah sepanjang Oktober ini tercatat sebesar 420 point atau melemah 2,6% month to date (mtd) yang merupakan pelemahan terdalam sepanjang bulan Oktober ini. Kenaikan suku bunga acuan BI diperkirakan akan menjaga daya tarik investasi aset dalam denominasi rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Menurut dia, indikator global penting yang sangat perlu diantisipasi adalah keputusan the Fed di pertemuan FOMC pada awal Nov 2023.
"Jika tone dari stance the Fed masih cenderung hawkish, maka tekanan pada rupiah dapat terus berlanjut," kata Josua.
Namun, jika cenderung dovish dan the Fed menyatakan ruang pemangkasan suku bunga terbuka tahun depan, Josua memprediksi rupiah akan mampu menguat ke kisaran 15.400-15.600 pada akhir tahun 2023.
Pengamat rupiah dan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memprediksikan rupiah akan menguat pada akhir tahun pada level 15.600. Hal ini disebabkan oleh sentimen dari dalam negeri, yaitu mendekatnya pemilihan umum atau Pemilu 2024.
Ibrahim menilai akan banyak pihak yang menjual dolar untuk kebutuhan kampanye. Ketika banyak dolar yang dijual, rupiah dapat menguat.
“Persiapan kampanye, pemilu, pilkada membutuhkan dana cukup besar. Para pengusaha akan menjual dolar miliknya,” kata Ibrahim.
Rupiah berpotensi menembus level 16.000 tentu ada, tapi tidak akan berlangsung lama karena pada saat level pelemahan itu, pasar akan menjual dolar.
“Jadi sekarang yang mau jual dolar masih menahan, nanti setelah tembus 16.000 pada jual dan rupiah menguat,” kata Ibrahim.
Dari segi eksternal, Ibrahim pun optimistis ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah akan segera terselesaikan. Salah satu sentimen positifnya adalah dibebaskannya dua warga negara AS oleh Hamas.
“Ketegangan geopolitik di Timur Tengah akan memanas, namun saya optimis akan segera terselesaikan walau masih memanas. Ini butuh kerja sama antar negara adikuasa seperti Rusia dan Inggris untuk meredakan,” kata Ibrahim.