Postur Belanja Era Akhir Jokowi Rp 3.325 T di APBN 2024, Ini Detailnya

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah (kiri) menyerahkan berkas berisi pandangan mini fraksi atas RUU tentang APBN 2024 kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani bawah, tengah) dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I 2023-2024 di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Lavinda
23/10/2023, 18.01 WIB

Undang-undang (UU) No. 19 tahun 2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara resmi ditetapkan pada 16 Oktober 2023. Di akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan anggaran belanja sebesar Rp3.325 triliun. Angka itu lebih tinggi Rp 264 triliun dari APBN 2023 yang ditetapkan sebesar Rp 3,061 triliun.

Secara rinci disebutkan, anggaran pendapatan negara pada postur APBN 2024 tercatat Rp 2.802 triliun. Hal ini berasal dari penerimaan perpajakan Rp 2.309 triliun, yang terdiri dari pendapatan pajak dalam negeri Rp 2.234 triliun dan pendapatan pajak perdagangan internasional Rp 74,9 triliun. Selain itu, adapula pendapatan negara bukan pajak (PNBP) Rp 492 triliun, serta penerimaan hibah Rp 430 triliun. 

Di sisi lain, pemerintah menganggarkan belanja negara mencapai Rp 3.325 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 2.467 triliun, dan transfer ke daerah Rp 857 triliun.

Dengan demikian, pemerintah menetapkan anggaran defisit sekitar Rp 522 triliun. Jumlah itu tercatat 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan demikian, jumlah pembiayaan anggaran setara dengan angka defisit, yakni Rp 522 triliun.

Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan, berbagai risiko global masih tereskalasi. Tingkat inflasi di negara maju masih berada di atas target jangka menengah - panjang, sehingga tingkat suku bunga diperkirakan tetap berada di level tinggi untuk jangka waktu yang lama. 

Agresivitas pengetatan moneter terutama di negara maju berdampak pada volatilitas sektor keuangan, meningkatkan beban utang negara berkembang, serta menekan aktivitas ekonomi global.

Meski terdapat risiko transmisi dari tekanan ekonomi global kepada perekonomian domestik, fundamental ekonomi makro Indonesia masih sehat dan berdaya tahan di tengah gejolak global yang tengah terjadi.

“Terbukti dari laju inflasi Indonesia masih jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Eropa, India, Australia, Filipina, dan Singapura,” demikian tercantum dalam Undang-undang No 19 Tahun 2023 dikutip Senin (23/10).

Indonesia mencatatkan laju pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% dalam tujuh kuartal berturut-turut. Bahkan neraca perdagangan mencatatkan surplus selama 38 bulan berturut-turut.

Pencapaian ini menempatkan Indonesia kembali sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas yang sebelumnya dicapai pada 2020. Selain itu, Indonesia juga berhasil melakukan konsolidasi fiskal dengan kembali kepada defisit kurang dari 3% terhadap Produk Domestik Bruto yang dapat dilakukan pada 2022 atau lebih cepat satu tahun dari target semula, pada 2023.

“Karena itu, arah dan strategi kebijakan APBN tahun 2024 didesain untuk mendorong reformasi struktural dalam rangka percepatan transformasi ekonomi. Dalam rangka mendukung transformasi tersebut, kebijakan APBN tahun 2024 didorong agar lebih sehat dan berkelanjutan,” demikian tertulis dalam UU.

Reporter: Zahwa Madjid