Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan saat ini terdapat 60 negara berpendapatan menengah di dunia yang menghadapi masalah utang yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan fiskal yang tidak baik serta kecenderungan negara yang gemar berutang.
Menurut dia, kondisi ini membuat banyak negara Amerika Latin menghadapi krisis utang sejak periode 1980-1990 hingga saat ini. Tak hanya itu, krisis utang pun kini merambah ke negara-negara Afrika.
Ia menjelaskan berutang memang salah satu hal yang mudah. Namun, ketika defisit sudah melebar, negara bisa terlena untuk terus berutang dan pada akhirnya sulit untuk memulihkan defisit. Sebab, beban bunga utang berpotensi terus membengkak dan menekan fiskal.
Sri Mulyani mengklaim Indonesia cukup disiplin dalam berutang. Hal ini tercermin dalam kebijakan fiskal dan postur anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN). Ia mengatakan Indonesia mengadopsi Maastricht Agreement yang lahir di Eropa sebelum adanya Uni Eropa untuk menjaga perekonomian negara.
Patokan defisit yang tidak lebih dari 3% dan rasio utang maksimal 60% terhadap produk domestik bruto (PDB) terbukti mampu menjaga ekonomi negara-negara anggotanya tidak tertekan krisis utang dengan patokan tersebut.
Namun, saat ini beberapa negara-negara Uni Eropa tersebut bahkan sudah tidak mengikuti Maastrict Agreement. Seperti Italia, Spanyol, Portugal, Prancis, Jerman, Yunani hingga Inggris yang sudah tidak tergabung dalam Uni Eropa.
"Tapi mereka sudah lebih dari 60%, mereka defisitnya di atas 3%, jadi negara-negara itu yang tadinya disiplin sekarang enggak. Jadinya ekonomi dan keuangan negaranya sekarang dalam situasi yang tidak baik," kata Sri Mulyani dalam acara Kuliah Umum: Kebijakan Fiskal di Tengah Konstelasi Ketidakpastian Global, Senin (23/10).
Sri Mulyani mengaku banyak lembaga pemeringkat yang menanyakan kepadanya mengapa perluasan defisit hanya diberikan waktu tiga tahun, padahal tidak ada yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 akan selesai.
Ia menjelaskan dirinya tidak mau terlena oleh berutang seperti banyak negara, karena berutang itu seperti adiksi. Makanya, ia lebih memilih untuk melakukan disiplin fiskal agar tidak kesulitan memulihkan defisit.
“Saya mengatakan pengalaman banyak negara, banyak negara mengalami sekali lalu buka aturan defisitnya, terjadi adiksi, enak defisit itu," kata Sri Mulyani.