Konsumsi Melambat, Sri Mulyani Sebut PDB Kuartal 3 di Bawah Ekspektasi

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Penulis: Zahwa Madjid
7/11/2023, 08.58 WIB

Pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2023 dilaporkan hanya tumbuh 4,94%. Dalam perhitungan tahunan, angka tersebut lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini 5,17%, dan lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu, yakni 5,73%. Hal tersebut disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada siang hari ini, Senin (6/11).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan angka realisasi pertumbuhan ekonomi yang diumumkan BPS lebih rendah dibanding dengan outlook Kementerian Keuangan yang memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di atas 5% pada kuartal ketiga tahun ini.

"Tentu kita melihat dari sisi pertumbuhan ekonomi 4,94% tadi kalau kita lihat dibandingkan dengan outlook yang selama ini biasanya Pak Febrio (Kepala BKF). Untuk yang dikeluarkan oleh BPS memang relatif lebih rendah dari yang kita ekspektasi," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (6/11).

Menurut Sri Mulyani, angka pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah itu sejalan dengan realisasi sumber pertumbuhan ekonomi utama. Yakni, konsumsi rumah tangga yang lebih lambat dari prediksi pemerintah. 

Dengan berbagai indikator yang menunjukan optimisme konsumer yang terjaga, pemerintah semula memproyeksi konsumsi rumah tangga dapat tumbuh lebih pesat.

Berdasarkan komponen pengeluaran, BPS mencatatkan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar masih berasal dari konsumsi rumah tangga. Komponen ini tumbuh 5,06% dan berkontribusi 52,62% terhadap PDB.

"Kita melihat consumer confidence-nya tinggi, namun penerjemahannya kepada konsumsi itu ternyata tidak setinggi yang kita harapkan. Ini perlu kita lihat pengaruhnya apa, apakah psikologis dengan kondisi El Nino, harga beras naik, dan berbagai faktor," kata Sri Mulyani.

Selain itu, Ia juga menyinggung tentang konsumsi pemerintah yang turun sebesar 3,76%. Sri Mulyani menjelaskan, secara historis belanja pemerintah yang lebih besar memang baru akan terjadi pada kuartal terakhir tahun.

"Kalau kita lihat dari alokasi belanja yang ada kita masih ada untuk triwulan terakhir jadi belanja yang ada di dalam APBN masih ada Rp 1.978 triliun," katanya.

Di tengah perlambatan dan kontraksi pertumbuhan itu, pemerintah menyoroti kinerja positif pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. Tercatat sumber pertumbuhan ekonomi meningkat 5,77% secara tahunan. Lebih tinggi dari kuartal sebelumnya 4,63% secara tahunan.

Pertumbuhan investasi yang lebih pesat itu, dinilai merefleksikan kinerja positif industri manufaktur Tanah Air, yang selama beberapa bulan terakhir terus berada di level ekspansif.

"Ini mengkonfirmasi dengan industri manufaktur dan masuknya capital inflow, jadi ini masih sangat positive story dari Indonesia yang kita akan coba untuk jaga terus," ucap dia.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang meleset dari proyeksi, pemerintah masih berupaya untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi pada level 5,04% hingga akhir tahun 2023. Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan berbagai paket kebijakan yang memuat beragam insentif dan bantuan sosial.

Reporter: Zahwa Madjid