Revisi RPP Kesehatan, Ini Masukan Kemenkeu soal Aturan Rokok

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.
Ilustrasi. Salah satu fokus yang menjadi perdebatan dalam RPP tersebut adalah pengaturan industri hasil tembakau atau rokok.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
28/11/2023, 13.00 WIB

Kementerian Keuangan telah memberikan kewenangan pada kementerian teknis terkait Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu fokus yang menjadi perdebatan dalam RPP tersebut adalah pengaturan industri hasil tembakau atau rokok.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengaku telah memberi masukan teknis terkait RPP Kesehatan. Salah satunya bahwa pengaturan cukai telah efektif mengendalikan konsumsi rokok.

"Kami tidak dalam posisi menentukan isi RPP Kesehatan. Kami hanya memberi masukan terkait pengaturan cukai rokok yang sudah dilakukan Bea Cukai saja, seperti penindakan rokok ilegal dan besaran tarif cukai," kata Prastowo di Hotel Four Season Jakarta, Selasa (28/11).

Penggodokan RPP Kesehatan setidaknya telah melibatkan empat kementerian, yakni Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, dan Kemenkeu. Kemenperin dan Kemenaker sejauh ini telah memberikan catatan pada draf RPP Kesehatan.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan pihaknya menyoroti empat pasal dalam RPP tersebut, yakni Pasal 425, Pasal 427, Pasal 428, dan Pasal 440. Menurutnya, keempat pasal tersebut akan berdampak pada serapan tenaga kerja di industri hasil tembakau.

Indah secara khusus merekomendasikan untuk mengubah frasa yang tertulis dalam Pasal 428 poin (b) dalam draf RPP Kesehatan. Secara rinci, ayat tersebut mengatur agar produk tembakau wajib mematuhi standar maksimal kadar nikotin yang ditetapkan menteri.

"Kami mengusulkan agar ayat tersebut diubah menjadi 'mematuhi standar maksimal kadar nikotin dan tar sesuai dengan Standar Nasional Indonesia'," kata Indah.

Ia berargumen, standar yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia akan lebih adil lantaran melibatkan seluruh pemangku kepentingan, seperti profesi kesehatan, pelaku industri, dan pemerintah. Indah menilai, SNI dapat mempertimbangkan standar nikotin dan tar dari kacamata ketenagakerjaan. 

Indah mengatakan, pasal 425 dalam draf RPP Kesehatan saat ini akan tumpang tindih dengan regulasi lain. Alhasil, beleid tersebut dikhawatirkan meningkatkan ketidakpastian usaha di industri rokok tembakau.

Ia mencatat, industri rokok tembakau adalah industri padat karya dengan jumlah tenaga kerja sekitar 5,28 juta orang. "Kami khawatir penetapan RPP dengan pasal saat ini berdampak pada pengurangan pekerja," ujarnya.

Meski demikian, Indah menekankan pihaknya menyetujui keberadaan RPP Kesehatan. Beleid tersebut dapat meningkatkan kualitas kesehatan tenaga kerja nasional. 

Indah mengatakan, aturan tersebut harus memperhatikan aspek ketenagakerjaan dan hubungan industrial di dalam negeri.

Reporter: Andi M. Arief