Tekan Inflasi, Kemenkeu Perkuat Stabilitas Harga dan Pasokan Pangan

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu berbicara pada sesi Midterm Review Plenary 1 dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Kamis (26/5/2022). Sesi tersebut mengangkat tema "Resourching risk-informed regenerative and sustainable development".
Penulis: Antara
4/12/2023, 04.23 WIB

Laju inflasi November 2023 tercatat masih terkendali pada level 2,86% yoy, meskipun sedikit meningkat dibanding posisi Oktober 2023 sebesar 2,56% yoy. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kenaikan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 7,59% yoy.

Di sisi lain, perlambatan inflasi inti masih berlanjut, tercatat 1,87% yoy, sedikit lebih rendah dari bulan lalu 1,91% yoy, dan inflasi harga diatur pemerintah (administered price) turun tipis menjadi 2,07% yoy, dari 2,12% yoy pada Oktober.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menjelaskan, bahwa turunnya inflasi administered price dipengaruhi oleh menurunnya harga BBM seiring harga minyak mentah dunia yang melandai.

"Meskipun secara umum berada dalam tren meningkat, inflasi masih terkendali di dalam sasaran 2023, yaitu 3,0% plus minus 1,0%. Inflasi diharapkan dapat terus terjaga hingga akhir tahun 2023," kata Febrio dikutip dalam keterangan tertulis, Senin (4/12).

Untuk itu, Febrio menekankan, bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk menjaga konsistensi dalam mengantisipasi gejolak harga melalui berbagai intervensi, seperti stabilisasi harga dan pasokan.

Langkah pengendalian inflasi pangan tersebut berbuah manis. Salah satunya tercermin dari harga beras di berbagai kota yang mulai melambat, bahkan di beberapa kota mulai mengalami penurunan.

“Peran APBN bersama dengan APBD terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk merespons harga pangan yang masih tertekan, terutama dalam mempersiapkan masa liburan natal dan tahun baru," ucap Febrio.

Di tengah harga pangan yang masih mengalami tekanan, Febrio menyampaikan bahwa pemerintah juga terus berkomitmen untuk mengantisipasi gejolak harga melalui kebijakan dari hulu hingga hilir.

"Bantuan pangan beras terus disalurkan dalam rangka menjaga akses pangan masyarakat, terutama masyarakat miskin dan rentan”, ujarnya.

Selain inflasi, Febrio juga membahas terkait sektor manufaktur nasional yang masih terjaga dalam 27 bulan berturut-turut. Hal ini terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada November 2023 berada di level 51,7, atau meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 51,5.

Dia menilai perekonomian Indonesia saat ini masih resilien meski dihadapkan dengan berbagai risiko perlambatan ekonomi global. Salah satunya tercermin dari kinerja sektor manufaktur yang masih terjaga.

“Capaian ini tidak terlepas dari peran APBN dalam menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional serta mengantisipasi berbagai ketidakpastian yang masih tinggi”, ujar Febrio.

Sementara itu, beberapa negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat dan Jepang justru tercatat mengalami kontraksi yaitu masing – masing ke level 49,4 dan 48,3. Sedangkan Tiongkok masih ekspansif di level 50,7.

Febrio bilang, sektor manufaktur yang masih ekspansif didorong oleh tingkat permintaan dalam negeri yang masih kuat dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Produsen juga meningkatkan pembelian dan persediaan input sejalan dengan meningkatnya prospek permintaan domestik yang masih kuat.

"Secara keseluruhan, sentimen pada sektor manufaktur Indonesia pada bulan November tetap positif di tengah harapan akan kondisi pasar yang lebih kuat dan stabilitas harga yang lebih baik," ujar Febrio.

Reporter: Antara