Beberapa waktu lalu, viral pelaku UMKM yang ingin melakukan ekspor tapi justru ditagih oleh Bea Cukai senilai Rp 118 juta. Kabar itu ramai dijagat Twitter (X) pada Minggu (26/11).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani memberi penjelasan, bahwa penagihan biaya terhadap pelaku usaha dengan nama CV Borneo Aquatic itu bukan dilakukan oleh pihak Ditjen Bea Cukai.
Ia menjelaskan, permasalahan itu berawal dari kesalahan pengisian data kode HS kiriman barang yang dilakukan oleh CV Borneo Aquatic ketika hendak mengekspor produknya.
Untuk menyesuaikan barang yang akan dikirim dengan dokumen yang diperlukan, pihak Bea Cukai Tanjung Priok meminta kepada yang bersangkutan untuk memperbaiki dokumen pengiriman barang.
"Dari sini kemudian menyebabkan prosesnya tertahan di Bea Cukai, untuk kemudian harus diperbaiki," kata Askolani dalam media briefing di Jakarta, Selasa (12/12).
Dalam proses perbaikan dokumen tersebut, CV Borneo Aquatic menitipkan barangnya pada pihak penitipan milik swasta atau TPS. Maka dari itu, terdapat pungutan biaya. Askolani menekankan, bahwa bea cukai tidak pernah meminta penambahan biaya sepeser pun.
“Dari bea cukai 1 rupiah pun tidak ada pungutan, tidak ada, belum diproses. Jadi biaya ini muncul dari pihak swasta, dari pihak ketiga kepada yang bersangkutan,” ujar Askolani.
Setelah mendengar keluhan penagihan itu, Askolani mengatakan pihaknya akan melakukan asistensi dan mempertemukan CV Borneo Aquatic dengan pihak TPS untuk mencari jalan terbaik.
“Kami tugaskan teman-teman di Priok untuk asistensi pendampingan, kami mempertemukan pelaku usaha dengan TPS untuk kemudian bisa meringankan dan membantu kesulitan dari UMKM,” ujar Askolani.
Ia pun mengaku bahwa permasalahan tersebut sudah terselesaikan dan mendapatkan keringanan dari TPS.
“Ada titik temu dan mendapatkan keringanan setelah kita dampingi umkm nya,” ujar Askolani.
Kronologi UMKM Batok dan Serat Kelapa Ditagih Bea Cukai
Masalah penahanan produk ekspor batok kelapa dan serat kelapa ini mulai ramai di media sosial pada Minggu (25/11). Akun X @thechaioflife menjelaskan kronologi penahanan produk tersebut secara lengkap dalam bentuk video.
Hal ini bermula pada Agustus 2023. Saat itu, pelaku UMKM menerima orderan dari Eropa berupa satu kontainer komoditi untuk kebutuhan petshop dengan invoice senilai US$ 12.973.
Kemudian mereka mendapat jadwal untuk memuat kontainer ke kapal pada 25 September 2023. Mereka juga sudah memenuhi syarat administrasi mulai dari packing list, invoice phytosanitary sertifikat, hingga sertifikat fumigrasi.
Namun pengajuan PEB pertama ditolak karena alasan typo terkait perbedaan HS kode di packing list dengan yang diajukan PEB. Kemudian ada masalah HS Code untuk produk batu yang dinyatakan masuk dalam larangan dan pembatasan (lartas).
Padahal, kata dia, HS code tersebut dijiplak dari pengalaman sukses ekspor produk yang sama oleh teman yang menggunakan jasa undername sebuah perusahaan forwarder yang menyediakan jasa angkut barang.
Guna mengantisipasi masalah semakin berlarut - larut, pelaku UMKM kemudian melakukan revisi dan mengajukan PBE hingga terbitlah Nota Pelayanan Ekspor (NPE).
"Di saat kami mengira kontainer telah dimuat ke kapal tiba-tiba 1 Oktober datang selembar surat yang memberitakan kontainer ditahan berdasarkan nota hasil intelijen 23 September," terangnya.
Namun akhirnya kontainer itu batal naik ke kapal dan dibongkar. Berdasarkan temuan dalam NHI ada satu jenis barang yang di packing list berjumlah tujuh buah, tapi dalam NPE ada 15 buah.
"Tapi, tidak jadi dipermasalahkan karena hanya kayu lapuk yang terpecah dalam proses bongkar muat," ujarnya.
Akhirnya, mereka diminta membuat surat pernyataan bahwa komoditas akan dipergunakan sebagai dekorasi akuarium. Tak hanya itu, Bea Cukai juga melakukan pengambilan sampel untuk uji laboratorium pada tanggal 9 Oktober.
"Bea Cukai menjanjikan layanan 5 sampai 15 hari kerja. Namun faktanya baru kelar 2 November 2023," kata dia.
Kemudian pelaku UMKM itu melakukan pengajuan pembatalan PEB. Namun hingga 10 November pembatalan itu belum diterima oleh Bea Cukai.
"Dalam penantian yang tak pasti muncul estimasi tagihan dari armada pemilik kontainer total DND (Demurrage dan Detention) Rp 92.160.000 ditambah biaya storage etterminal Rp 26.409.130 totalnya Rp 118.569.130," kata dia.
Pelaku UMKM tersebut mengaku keberatan dengan cara Bea Cukai. Karena posisinya jadi serta sulit, jika memilih lanjut maka harus bayar Rp 118 juta. Kalau mundur barang disita.
"Beginilah nasib UMKM, baru belajar ekspor. Bukannya mendapat bantuan dan kemudahan. Malah kesulitan yang kami dapat," ujarny.
Padahal, pelaku usaha kelapa ini juga telah melakukan berbagai upaya, termasuk berkomunikasi dengan petugas Bea Cukai Priok. Namun jawaban yang mereka terima tidak sesuai harapan.
"Mengadu ke petugas Bea Cukai Priok dijawabnya Bapak lagi apes, biasanya perusahaan baru dicurigai karena rentan penyelundupan," kata dia.