Realisasi Cukai Tembakau Baru Rp 179,98 T, Jauh dari Target Pemerintah

ANTARA FOTO/Rifqi Raihan Firdaus/rwa.
Pedagang menata rokok yang dijual di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (19/12/2023). Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 Tahun 2022 akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 10 persen mulai Januari 2024.
21/12/2023, 06.59 WIB

Realisasi cukai hasil tembakau baru mencapai Rp 179,98 triliun sampai November 2023. Nilai tersebut masih jauh dari target penerimaan negara tahun 2023 sebesar Rp 218,69 triliun.

"Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, realisasi cukai hasil tembakau masih di bawah target untuk penerimaan di tahun 2023," kata Asisten Deputi Pengembangan Industri Deputi V Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator (Kemenko) Ekko Harjanto dikutip dari Antara, Kamis (21/12).

Dalam Diskusi Publik Indef: Mengurai Dampak RPP Kesehatan itu, ia menuturkan penerimaan cukai tembakau menjadi salah satu indikasi atas dampak pengetatan kebijakan pengendalian konsumsi tembakau yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah.

Menurut dia, tren produksi rokok mengalami fluktuasi yang cenderung menurun selama 10 tahun terakhir. Hingga November 2023, produksi rokok mencapai 285,84 miliar batang yang secara tahunan (yoy) mengalami penurunan 1,38% atau kurang lebih sebanyak empat miliar batang.

Lebih lanjut, ia membeberkan bukti konkret atas dampak dari pengetatan kebijakan pengendalian konsumsi produk tembakau baik fiskal maupun nonfiskal, bisa dilihat dari tingkat peredaran rokok ilegal.

"Kita berharap kiranya, agar teman-teman dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dapat menyajikan dan menyampaikan analisis data berupa tren peredaran rokok ilegal yang terjadi selama ini," ujarnya.

Pengetatan Aturan Rokok

Ia mengatakan, pengetatan pengaturan di Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan berpotensi menimbulkan ancaman lain bagi industri hasil tembakau, yakni peningkatan peredaran rokok ilegal, yang juga harus diwaspadai.

"Dampak negatif yang ditinggalkan dari rokok ilegal bukan hanya dari kerugian cukai dan berkurangnya pendapatan negara, melainkan juga dari sisi sosial dan persaingan usaha yang tidak sehat antar industri," ujarnya.

Dari sisi sosial, rokok ilegal menyebabkan peningkatan jumlah perokok terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Hal itu disebabkan oleh keterjangkauan harga sehingga anak-anak mampu membeli.

"Pada akhirnya negara tidak menerima pendapatan negara berupa cukai dan justru hanya mendapatkan jumlah perokok yang jumlahnya meningkat apabila rokok ilegal ini semakin masif," kata dia.

Oleh karenanya, diperlukan pengaturan yang seimbang yang mengatur substansi pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan untuk memastikan keberlanjutan sektor industri hasil tembakau dan nilai-nilai tambah positif di sektor lain seperti penyerapan tenaga kerja.

Reporter: Antara