Hampir 300 Ribu Orang Kena PHK Tahun Lalu, Apindo Ungkap Penyebabnya

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Sejumlah karyawan berjalan usai bekerja di Jakarta, Senin (24/10/2022). Berdasarkan data Center of Economics and Law Studies (Celios), adanya resesi globalÊyang diprediksi terjadi pada 2023 bisa berdampak terhadap gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), karena tahun 2022 pertumbuhan ekonomi global hanya berkisar 3,2 persen, sementara di tahun 2020 mencapai 6,1 persen.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
2/1/2024, 14.44 WIB

Kementerian Ketenagakerjaan mendata jumlah tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK naik lebih dari 22 kali lipat pada Januari-November 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Total tenaga kerja yang terkena PHK pada 11 bulan pertama tahun lalu mencapai 295.003 orang.

Provinsi dengan tenaga kerja ter-PHK terbanyak atau 36,11%  dari total PHK Januari-November 2023 adalah Jawa Barat mencapai 106.526 orang. Jawa Tengah berada di posisi kedua sejumlah 59.851 orang.

"PHK massal tersebut didorong terutama oleh industri Tekstil dan Produk Tekstil dan alas kaki yang berorientasi ekspor ke Benua Eropa," kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Bob Azam kepada Katadata.co.id, Selasa (2/1).

Bob mencatat, pelemahan permintaan dari Benua Biru membuat perusahaan TPT dan alas kaki berorientasi ekspor turun hingga 50%. Namun Bob menyampaikan perusahaan TPT dan alas kaki yang fokus pada pasar Asia masih dapat bertahan.

Provinsi lain yang mengandalkan industri ekspor lainnya adalah Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah. Produk andalan Kalimantan Timur di pasar ekspor adalah batu bara, sedangkan Sulawesi Tengah adalah baja nirkarat.

Berdasarkan data Kemenaker, total PHK pada Januari-November 2023 di Kalimantan Timur naik hampir 400 kali lipat secara tahunan menjadi 5.986 orang. Sementara itu, tenaga kerja yang terkena PHK di Sulawesi Tengah naik lebih dari 200 kali lipat menjadi 7.059 orang.

"Itulah repotnya kalau bangun industri yang hanya berorientasi pasar ekspor. Kalau pasar ekspornya kena pelemahan permintaan, ya langsung kena ke retensi tenaga kerja," ujarnya.

Bob berpendapat perekonomian Indonesia cukup unik dibandingkan negara lainnya. Menurutnya, kondisi pasar global cenderung terbalik dengan kondisi pasar domestik.

Oleh karena itu, Bob mendorong pelaku usaha untuk fokus ke pasar ekspor dan lokal secara bersamaan untuk memitigasi risiko. "Kalau di pasar ekspor terkoreksi, justru pasar domestik tumbuh. Jadi, idealnya memang industri itu bisa ekspor, tapi juga punya pasar di dalam negeri," katanya.

Upah Minimum 2024

Bob telah mengingatkan pemangku kepentingan tentang kondisi industri di dalam negeri yang tertekan permintaan global saat negosiasi upah minimum tahun ini. Menurutnya, sebagian perusahaan tidak bisa meningkatkan upah dengan tinggi karena kondisi pasar ekspor.

"Kalau ada perusahaan yang memang performanya bagus, silahkan bicarakan secara tripartit, tetapi kalau upah minimum moderat saja. Yang paling penting para pekerja masih tetap bisa bekerja," katanya.

Berdasarkan catatan Katadata.co.id, rata-rata nominal penyesuaian UMP 2024 dari 31 provinsi hanya Rp 100.675. Secara presentasi, kenaikannya sekitar 3,55% dibandingkan tahun ini.

Walau demikian, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto mencatat, lima provinsi yang melanggar PP Pengupahan adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Lampung, dan Maluku Utara. Meski demikian, Darwoto menilai tingkat kepatuhan penyesuaian Upah Minimum 2024 sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri sebelumnya berargumen angka penyesuaian tahun depan adalah untuk melindungi tenaga kerja dengan masa kerja kurang dari setahun. Harapannya, kenaikan UMP dapat membuat para tenaga kerja tersebut berkontribusi pada perekonomian.

"Kalau pekerja dengan masa kerja setahun ke bawah, kami pahami naiknya mungkin sekitar Rp 100.000 sampai Rp 200.000 tahun depan," kata Indah.



Reporter: Andi M. Arief