Catat! Ini 7 Aturan Baru Sri Mulyani yang Berlaku di 2024

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) danMenteri Keuangan Filipina Benjamin Diokno (kiri) menjadi pembicara dalam diskusi tingkat menteri keuangan ASEAN di Jakarta, Kamis (24/8/2023). Diskusi dalam rangkaian pertemuan ASEAN tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral (AFMGM) itu mengusung tema Innovative Infrastructure Financing : Key Enablers and Challenges.
4/1/2024, 17.56 WIB

Kementerian Keuangan telah menyiapkan tujuh aturan baru yang mulai berlaku pada 2024. Kehadiran aturan tersebut akan menopang kinerja Kemenkeu untuk mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi di tanah air. 

Di antaranya, untuk mengoptimalkan penerimaan negara, memudahkan pendataan masyarakat, hingga untuk mengurangi tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang-barang seperti rokok, minuman beralkohol, dan minuman berpemanis dalam kemasan.

Jadi, kebijakan apa saja yang sudah Menteri Keuangan Sri Mulyani siapkan?

1. Tarif Efektif PPh Pasal 21

Ada aturan baru untuk penggunaan tarif efektif penghitungan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 yang mulai berlaku 1 Januari 2024. Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 yang diteken Jokowi pada 27 Desember 2023.

Pemerintah menimbang peraturan tersebut diperlukan untuk penyesuaian tarif pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi.

Dengan penerapan tarif efektif ini, diharapkan akan memberikan kemudahan dan penyederhanaan pemotongan PPh 21 bagi Wajib Pajak.

Apalagi, penetapan tarif ini memperhatikan adanya pengurang penghasilan bruto berupa biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Tarif efektif pemotongan pajak terdiri dari tarif efektif bulanan atau harian.

2. Implementasi Sistem Pajak Canggih (Core Tax System)

Ada sistem perpajakan baru yang akan mulai berlaku 1 Juli 2024. Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau core tax system ini akan memberi kemudahan bagi wajib pajak. Salah satunya, untuk pendaftaran karena dapat dilakukan dari seluruh kantor pelayanan pajak (KPP) memakai satu sumber data atau single source of truth.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Iwan Djuniardi menjelaskan, dengan adanya core tax system, penyiapan lapor SPT akan didukung integrasi proses, lapor dan proses tergabung dalam satu aplikasi, serta data SPT pre-populasi dan validasi. Sistem ini juga dapat mengurangi kesalahan saat melakukan pengisian.

3. Implementasi Pemadanan NIK-NPWP

Masih dalam perpajakan, kemenkeu juga akan mengimplementasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk mengakses beberapa layanan perpajakan. Implementasi kebijakan ini diundur dari yang semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

4. Pungutan Pajak Rokok Elektrik

Kementerian Keuangan juga baru saja menetapkan kebijakan pajak rokok elektrik pada 1 Januari 2024. Melalui pengenaan pajak tersebut, negara bisa mengantongi penerimaan sebesar Rp 175 miliar sepanjang tahun ini.

"Tahun ini dipungut pajak rokok elektrik, itu besar [penerimaan] hanya Rp 175 miliar,"kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Luky Alfirman saat konferensi pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Jakarta, Selasa (2/1).

Luky menjelaskan, pengenaan pajak rokok mengikuti pemungutan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10%. Sementara penerimaan cukai rokok elektrik pada 2023 sebesar Rp 1,75 triliun atau hanya 0,82% dari total penerimaan CHT dalam setahun.

5. Kenaikan Cukai Rokok Sebesar 10%

Pemerintah telah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata sebesar 10% mulai 1 Januari 2024. Kenaikan cukai ini membuat harga rokok meningkat.

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 yang merupakan perubahan kedua dari PMK Nomor 192 Tahun 2021.

PMK ini mengatur tarif cukai untuk berbagai jenis rokok tembakau seperti sigaret, cerutu, rokok daun atau klobot, dan tembakau iris. Kenaikan tarif cukai ini berlaku sejak 1 Januari 2024.

6. Pungutan Cukai Plastik dan MBDK

Pemerintah juga berencana memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK dan produk plastik mulai tahun ini. Namun, belum ada informasi lebih lanjut mengenai kapan berlakunya pemungutan cukai baru ini.

Meski demikian, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pemerintah telah mematok target penerimaan dari kedua cukai baru tersebut.

Dia berharap, kebijakan cukai plastik dan MBDK dapat mendorong penerimaan cukai yang diproyeksikan naik 8,3% pada tahun 2024.

"Untuk tahun 2024 target cukai plastik dan MBDK yang diusulkan dalam RAPBN adalah sebesar Rp. 4,4 triliun," ujar Nirwala.

Peraturan ini juga tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2023 yang mengatur tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024.

7. Kenaikan Cukai Minuman Beralkohol

Terakhir kebijakan tarif cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) atau minuman beralkohol juga naik mulai 1 Januari 2024. Kenaikan ini berlaku untuk semua golongan minuman baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.

Aturan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 160 Tahun 2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol (EA), Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol (KMEA).

Reporter: Zahwa Madjid