Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno berencana mengkaji kebijakan kenaikan tarif pajak hiburan termasuk industri spa dari 15% menjadi 40%.
Sebab, Sandiaga mendapat banyak keluhan pelaku jasa pariwisata di Bali atas kenaikan pajak tersebut. Atas hal itu, dia membuka peluang untuk mendorong revisi aturan itu.
"Seluruh kebijakan termasuk pajak akan disesuaikan agar sektor (pariwisata) ini kuat, agar sektor ini bisa menciptakan lebih banyak peluang usaha dan lapangan kerja," kata Sandiaga dilansir dari Antara, Jumat (12/1).
Menurut dia, upaya itu perlu dilakukan karena sektor pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan sektor utama dalam transformasi ekonomi Indonesia. Apalagi, sektor ini memiliki peran besar dalam perekonomian negara.
Ia pun memahami keluhan pelaku pariwisata setelah tarif pajak hiburan termasuk industri spa/mandi uap itu naik, seperti yang terjadi di Kabupaten Badung, Bali yang mencapai 40% dari sebelumnya mencapai 15%.
Dengan kondisi itu, dia akan mengkaji kebijakan pajak tersebut. Kemudian berupaya menjaga iklim industri yang kondusif, memberikan insentif dan kemudahan bagi mereka karena usaha sektor tersebut telah membuka banyak lapangan pekerjaan.
Salah satunya dengan menerbitkan Permenparekraf (Peraturan Menparekraf) Nomor 4 tahun 2021. Melalui aturan tersebut, usaha pariwisata dengan risiko menengah dan tinggi diberikan kemudahan, termasuk untuk menjaga tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
"Tetapi sebisa mungkin diberikan situasi iklim kondusif dan insentif karena lapangan kerja yang diciptakan sangat banyak," katanya.
Pebisnis Spa Ajukan Judicial Review ke MK
Sandiaga juga mengakui banyak mendapatkan keluhan dari pelaku pariwisata baik secara langsung maupun melalui surat, termasuk ada upaya dari mereka dengan melakukan uji kembali atau Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan kenaikan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
"Saya sudah mendapatkan surat, e-mail yang keras dan langkah hukum yang akan mereka lakukan termasuk judicial review di MK mengenai tarif pajak," ujar Sandiaga.
Sementara itu, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Parta Adnyana dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, industri spa menjadi salah satu sektor yang terdampak atas kebijakan kenaikan tarif PBJT itu.
"Menurut kami, ini akan melemahkan Bali. Salah satunya karena baru selesai pandemi, kami sedang berkompetisi (dengan negara lain). Rekan kami di industri spa sudah lakukan judicial review ke MK, mudah-mudahan ini (kenaikan tarif pajak) bisa ditunda atau spa tidak dimasukkan sebagai jenis hiburan," ujarnya.
Memasukan Spa Sebagai Kategori Hiburan
Sebelumnya, Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah (UU HKPD).
Gugatan tersebut sudah diterima oleh MK pada 5 Januari 2024 lalu. Pihak ASTI menilai proses penyusunan UU tersebut tidak melibatkan stakeholder terkait. Selain itu, mereka juga menyoroti pada Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 58 ayat 2 yang memasukan spa sebagai kategori hiburan.
Padahal Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata, tidak memasukan spa di kategori hiburan.
Karena objek spa adalah manusia dan kegiatan operasionalnya diatur oleh Kementerian Kesehatan, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Seperti diketahui, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) diatur dalam UU HKPD. Aturan yang disahkan 5 Januari 2022 itu mengatur, tarif pajak khusus pada jasa hiburan diskotik, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%, sesuai pasal 58 ayat 2.
Melalui UU tersebut, kemudian muncul aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2023 yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menaikkan tarif PBJT termasuk industri spa. Salah satunya di Kabupaten Badung, Bali, yang mayoritas pendapatan asli daerahnya (PAD) dari industri pariwisata.