Sri Mulyani Sebut Potensi Ekonomi Digital Bisa US$ 1 Triliun di 2030
Menteri Keuangan Sri Mulyani terbang ke Davos, Swiss untuk menghadiri acara tahunan World Economic Forum (WEF), yang berlangsung mulai 15 Januari hingga 19 Januari 2024. Ia sudah tiba di Davos sejak Minggu (14/1).
Bendahara negara tersebut melakukan beberapa agenda di tengah kunjungannya. Pada kamis (18/1), Sri Mulyani didapuk sebagai pembicara untuk membahas mengenai kawasan Asia Tenggara.
"Saya mendiskusikan tentang bagaimana membangun integrasi regional @asean melalui perekonomian digital," tulis Sri Mulyani dalam akun Instagram pribadinya @smindrawati pada Kamis (18/1).
Menurutnya, ekonomi digital bukanlah hal asing bagi Indonesia, bahkan menjadi salah satu pilar Keketuaan ASEAN Indonesia, yang konsisten juga dengan Presiden Indonesia pada G20 pada 2022 lalu, dan menempatkan perekonomian global sebagai salah satu aspek sangat penting dalam mentransformasikan ekonomi.
"Daya ungkit ekonomi dapat diciptakan melalui digitalisasi karena ASEAN memiliki populasi lebih dari 640 juta jiwa, lebih dari setengahnya berusia di bawah 30 tahun. Mereka semakin melek digital," kata Sri Mulyani.
Potensi perekonomian mencapai US$ 1 triliun pada tahun 2030 berdasarkan studi Boston Consulting Group. Kemudian bisa mencapai US$ 2 triliun jika pemerintah mengakselerasi implementasi Digital Economic Framework Agreement yang telah diadopsi oleh para pemimpin ASEAN pada Keketuaan Indonesia di tahun 2023.
"Begitu banyak potensi, tetapi kita juga tahu, bahwa banyak rintangan. Saya yakin, potensi ini dapat digarap bersama, melalui kerja sama yang apik. Demi kesejahteran dan kemakmuran bangsa kita, kini dan nanti," ujarnya.
Meningkatkan Peran MDB dan Sektor Swasta
Sementara satu hari sebelumnya, pada Rabu (17/1), Sri Mulyani juga berkesempatan menghadiri panel diskusi dengan tema "Multilateral Development Banks: Bigger, Bolder, Better?"
Dengan Chairman Finance Commission India N.K. Singh, Chair of the Board, Liquidity and Sustainability Facility, United Kingdom Vera Songwe, dan Chair of Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment, United Kingdom Lord Nicholas Stern.
Bersama mereka, Sri Mulyani membahas upaya peningkatan peran multilateral development bank (MDB) dan sektor swasta dalam mengisi financial gap untuk mengatasi berbagai permasalah global seperti perubahan iklim.
"Saya mendukung berbagai upaya untuk menciptakan MDB sebagai institusi bigger, bolder, dan better. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menyusun kebijakan agar sektor swasta mau menginvestasikan dana," ujarnya.
Dia mencontohkan pendanaan transisi energi. Menurutnya, pemerintah perlu cermat dalam membuat kebijakan agar tidak ada distorsi antara insentif penggunaan energi terbarukan dan tidak terbarukan.
Selain itu, pemberian jaminan dalam instrumen keuangan juga harus proporsional. Hal ini dibarengi dengan adanya availability payment untuk menyelaraskan tingkat return atau pengembalian yang diharapkan oleh swasta.
"Berbagai ide-ide segar untuk menguatkan peran MDB pun diutarakan para panelis dan audience pada sesi diskusi. Tak terasa 45 menit diskusi berjalan, rasanya masih ingin terus bertukar pikiran mengenai topik yang sangat menarik," kata Sri Mulyani.