Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (22/1) dengan pelemahan 0,06% ke level 15.625. Kendati melemah, pergerakan rupiah diperkirakan menguat terbatas.
Pada akhir perdagangan Jumat (19/1), mata uang rupiah ditutup menguat 8 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 11 poin di level 15.615 dari penutupan sebelumnya di level 15.643.
Analis pasar uang, Lukman Leong, menilai rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS yang kembali melemah setelah data menunjukkan penjualan rumah turun ke tingkat terendah dalam 13 tahun.
“Walau demikian penguatan akan terbatas mengingat survey Michigan yang menunjukan sentimen konsumen yang kuat serta pernyataan hawkish dari Presiden Federal Reserve Bank San Francisco Mary Daly,” ujar Lukman kepada Katadata.co.id, Senin (22/1).
Melansir Reuters, Daly pada hari Jumat mengatakan, ia yakin perekonomian dan kebijakan moneter AS berada dalam kondisi yang baik, dan risikonya telah menjadi lebih seimbang sementara upaya untuk menurunkan inflasi masih terus dilakukan.
“Kita harus melakukan kalibrasi dengan sangat hati-hati untuk memastikan bahwa kita terus menurunkan inflasi dan kita memastikan bahwa kita melakukannya dengan hati-hati, selembut mungkin,” kata Daly kepada San Diego County Economic Roundtable dikutip dari Reuters, Senin (22/1).
Dengan demikian, Lukman mengatakan penguatan rupiah ini akan bersifat sementara. Karena data perekonomian global yang masih tidak pasti dan para pelaku pasar masih menunggu data PDB AS.
“Data ekonomi masih cendrung mix, investor masih cenderung wait and see data PDB AS dan inflasi PCE AS minggu ini. Dolar AS sendiri diperkirakan akan cenderung datar setelah terkoreksi dalam beberapa sesi sebelumnya,” ujarnya.
Lukman memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang 15.550-15.650 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra menilai rupiah berpotensi menguat hari ini terhadap dolar AS. Sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat positif pagi ini dengan pergerakan indeks saham Asia yang menguat yang bisa mendukung penguatan rupiah terhadap dollar AS. Sementara indeks dollar AS terlihat bergerak lebih rendah (103.16) dibandingkan penutupan Jumat kemarin (103.23).
Kendati berpotensi menguat, Ariston melihat penguatan ini masih bersifat sementara.
“Ekspektasi pasar soal pemangkasan suku bunga acuan AS masih bisa berubah bila data ekonomi AS terus membaik dan juga ketegangan geopolitik bisa memicu penguatan dolar AS lagi,” ujar Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (22/1).
Sebagai informasi, melansir Bloomberg, pergerakan mata uang Asia bervariasi. Yuan Jepang menguat 0,16%, dolar Hong Kong menguat 0,01%, dolar Singapura menguat 0,06%, baht Thailand menguat 0,23%, dan rupee India menguat 0,07%. Sementara peso Filipina melemah 0,29%, ringgit Malaysia melemah 0,04% dan yen Cina melemah 0,02%.
Ariston menilai ekspektasi pasar cukup tinggi mengenai pemangkasan suku bunga acuan AS di semester 1. Survei CME FedWatch Tool menunjukkan probabilitas 100% pemangkasan terjadi di rapat Bank Sentral AS di bulan Mei 2024.
Namun di sisi lain, pelaku pasar juga mewaspadai pernyataan petinggi the Fed yang tidak ingin terburu-buru memangkas suku bunga acuan dan data ekonomi AS yang membaik. “Ini bisa menahan pelemahan dollar AS. Data-data ekonomi AS yang akan dirilis pekan ini seperti data PDB Q4, data inflasi dan lain-lain akan memberikan masukan baru untuk pasar,” ujar Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (22/1).
Selain itu, pelaku pasar juga masih mewaspadai konflik Timur Tengah yang bila memanas lagi bisa mendorong penguatan dolar AS. Potensi penguatan rupiah hari ini ke arah 15.580, dengan potensi resisten di kisaran 15.650.