Calon Presiden Nomor Urut Dua Prabowo Subianto memastikan tidak akan menggelar kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty jika menang dalam Pilpres 2024. Prabowo akan menggunakan strategi ekstensifikasi dalam mendorong penerimaan pajak.
Wakil Ketua Umum Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran Eddy Soeparno mengatakan, kebijakan pengampunan pajak memberikan pelajaran buruk bagi masyarakat. Wajib pajak dinilai akan berpikir untuk menyembunyikan kekayaannya dengan pemikiran bahwa pengampunan pajak merupakan program rutin pemerintah.
"Kami tahu wajib pajak sudah bayar pajak, tapi apakah benar wajib pajak mendeklarasikan nilai pajak dengan kondisi sesungguhnya akibat kebijakan tax amnesty?" kata Eddy usai Bloomberg Capital Connect, Selasa (30/1).
Meski tak akan menggelar tax amnesty, Eddy mengatakan, pihaknya akan menggenjot rasio pajak yang saat ini hanya mencapai 10%. Strategi yang akan diterapkan adalah memperluas data wajib pajak dari saat ini sekitar 30% menjadi hingga 50%.
Sekretaris Jenderal PAN ini menyampaikan perluasan tersebut perlu dilakukan untuk menjaga pembiayaan program jaring pengaman sosial. Oleh karena itu, Eddy menyebutkan perluasan wajib pajak tersebut akan dibarengi dengan penurunan tarif pajak.
"Pajak Pertambahan Nilai bisa kami turunkan 1% lagi menjadi 10%. Selain itu, Pajak Penghasilan perusahaan dan perorangan sudah turun sejak dua tahun lalu. Itu yang bisa kami lakukan, tapi tax ratio harus naik," ujarnya
Paslon nomor urut 3 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menargetkan tax ratio naik menjadi 23% jika unggul dalam Pilpres 2024. Tax ratio tertinggi selama pemerintahan Joko Widodo hanya mencapai 10,76% pada 2015
Prabowo juga berencana memisahkan badan penerimaan pajak dan pengelolaan kekayan negara dari kementerian keuangan. Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak masih berada dalam naungan Kementerian Keuangan.
“Kami akan pisahkan badan penerimaan sendiri agar efisiensi, Kemenkeu tidak perlu mengurusi itu, kita mengurangi kebocoran (pajak) jadi lebih efisiensi,” ujar Prabowo dalam Dialog Bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jumat (12/1).
Ia mengatakan, pemisahan badan penerimaan perpajakan dengan kementerian keuangan, diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara hingga 5%-6%. Ia pun membandingkan dengan beberapa negara tetangga lainnya.
“Penerimaan perpajakan dan lain-lainnya, kita masih sekitar 12%. Thailand dan Vietnam, tetangga kita sudah 16%-18%. Saya tanya, apa sih beda kita? If they can do it we can also do it, harus ada political will untuk sama dengan mereka,” ujar Prabowo.
Maka dari itu, program komputerisasi, digitalisasi, efisiensi dan transparansi penerimaan dinilai menjadi sangat penting. Agar tidak terjadi penggelapan pajak dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta memacu investasi.