Tertekan Dolar AS, Utang Luar Negeri RI Tembus Rp 6.3636 Triliun

ANTARA FOTO/Rizka Khaerunnisa/Ak/Spt.
Suasana gedung bertingkat di Jakarta Selatan, Senin (8/1/2024). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang selama 2023 tercatat sebesar Rp407 triliun atau turun 41,5 persen dibandingkan realisasi tahun 2022.
15/2/2024, 15.15 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatatkan posisi utang luar negeri atau ULN Indonesia pada akhir 2023 sebesar US$ 407,1 miliar atau setara Rp 6.3636 triliun (kurs: Rp 15.631/US$). Realisasi utang ini tumbuh 2,7% secara tahunan (yoy).

Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono mengatakan, peningkatan tersebut terutama bersumber dari transaksi utang luar negeri ke sektor publik.

“Peningkatan posisi utang luar negeri pada triwulan keempat 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mayoritas mata uang global termasuk rupiah,” ujar Erwin dalam keterangan resmi, Kamis (15/2).

Dengan realisasi tersebut, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 29,7%, yang didominasi oleh utang luar negeri jangka panjang dengan pangsa mencapai 86,6% dari total utang luar negeri.

Dari sisi ULN pemerintah, mencapai US$ 196,6 miliar atau tumbuh 5,4% yoy pada tiga bulan terakhir 2023. Peningkatan utang terutama dari penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.

“Kenaikan ULN pemerintah juga dipengaruhi oleh peningkatan penempatan investasi di Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional, seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar sejalan dengan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global,” ujarnya.

Dorong Pembiayaan Produktif lewat Utang

Menurut Erwin, pemanfaatan utang pemerintah juga diarahkan untuk mendukung upaya pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas. Dukungan pembiayaan tersebut mencakup antara lain pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 23,7% dari total ULN pemerintah.

Sementara sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 18,9%, jasa pendidikan 16,6%, konstruksi 14,1%, serta jasa keuangan dan asuransi 9,7%.

“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8% dari total utang luar negeri pemerintah,” ujarnya.

Dari sisi utang luar negeri swasta, mencapai US$ 197,0 miliar atau mengalami penurunan sebesar 1,9% yoy pada triwulan IV 2023.

Penurunan pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan atau financial corporations yang turun 2,4% dan perusahaan bukan lembaga keuangan atau nonfinancial corporations yang turun 1,8% yoy.

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78,7% dari total ULN swasta.

“Utang luar negeri swasta juga tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 74,9% terhadap total ULN swasta,” ujarnya.

Reporter: Zahwa Madjid