Pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berpotensi menang Pilpres 2024 dalam satu putaran dari hasil hitung cepat quick count sejumlah lembaga survei. Hal ini akan berdampak langsung pada perekonomian Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, meski dalam quick count sudah menunjukkan tanda-tanda kemenangan Prabowo - Gibran, para investor masih akan menunggu dan mencermati keputusan resmi perhitungan Pemilu.
“Investor tetap memperhatikan beberapa hal, apakah ada gugatan bagi mereka yang gagal, apakah mereka akan mengugat di Mahkamah Konstitusi (MK), itu menjadi salah satu isu,” ujar Bhima kepada Katadata.co.id, Jumat (16/2).
Selain itu, jika Prabowo - Gibran resmi dilantik menjadi presiden dan wakil presiden, para investor masih akan melihat apakah program-program unggulan mereka dapat terlaksana dan seuai dengan anggaran yang tersedia.
Di sisi lain, situasi global juga masih tidak menentu. Hal tersebut akan membawa tantangan baru untuk kabinet pemerintahan baru. Bhima memperkirakan perdagangan dan ekonomi global melambat untuk dua tahun ke depan.
"Ekonomi Cina sebagai mitra dagang terbesar sedang mengalami krisis properti dan perlambatkan konsumsi domestik juga akan memberikan tantangan bagi pemerintahan yang baru,” ujar Bhima.
Kabinet Pemerintahan Baru Menjadi Perhatian.
Maka dari itu, Bhima menilai para investor akan melihat siapa saja kabinet baru yang akan terpilih untuk menjalani pemerintahan, terutama untuk posisi Menteri Keuangan dan Menko Marves.
“Pos-pos penting seperti siapa pengganti Sri Mulyani, siapa pengganti Luhut. Apakah menteri-menteri profesional yang akan melanjutkan, atau siapa penggantinya, kredibilitasnya seperti apa, itu jauh penting di mata investor sebenarnya,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat Indonesia juga tengah menghadapi isu yang tidak kalah kompleks. Yakni isu stabilitas harga pangan. Menurut Bhima, isu tersebut harus menjadi salah satu fokus yang bisa diselesaikan pada tahun pertama presiden menjabat.
“Karena masalah stabilitas ini, bisa terjadi dalam kurun waktu 2025, mengingat stok beras mengalami penurunan yang tajam, gula, dan kebutuhan pangan lainnya, siapa menteri yang bisa menyelesaikannya,” ujar Bhima.
Fokus Dongkrak Pertumbuhan UMKM
Pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, bahwa Indonesia membutuhkan gebrakan baru dalam kebijakan fiskal untuk mendongkrak pertumbuhan UMKM.
“Harusnya ada banyak terobosan yang diberikan dari sisi fiskal untuk mendorong pertumbuhan UMKM,” ujar Faisal dikutip dari Antara, Jumat (16/2).
Faisal bilang, program-program yang mendorong produktivitas UMKM mesti ditingkatkan karena mereka memiliki peran dominan dalam membentuk ekonomi Indonesia.
Untuk itu, perlu integrasi kebijakan lintas kementerian/lembaga untuk mendorong sektor UMKM. Sehingga, kata dia, tidak cukup hanya berbicara mengenai masalah pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Apalagi, tidak dievaluasi dan tidak disalurkan dengan tepat sasaran.
Faisal mengingatkan, bahwa yang dibutuhkan oleh para pelaku UMKM adalah kebijakan sektorial yang sifatnya mendampingi UMKM agar bisa naik kelas, serta bisa mempertahankan bisnisnya di platform daring maupun luring.
"Dengan demikian,pemerintah dapat membantu produktivitas mereka, termasuk juga kemudahan perizinan, kemudahan dalam perpajakan, dan akses terhadap pasar,” kata Faisal.