Demi mendorong pasar properti makin bergairah, Cina memutuskan memangkas suku bunga kredit pemilikan rumah atau KPR pada Selasa (20/2). Keputusan ini akan memberi angin segar bagi sektor perumahan Cina yang tengah tertekan.
Cina memangkas suku bunga dasar pinjaman (LPR) lima tahun sebesar 25 basis poin menjadi 3,95% dari sebelumnya 4,20%, sedangkan LPR satu tahun tidak berubah pada level 3,45%. Terakhir kali Cina memangkas LPR lima tahun pada Juni 2023 sebesar 10 basis poin.
Analis E-House China Research and Development Institution, Yan Yejin mengatakan, pemotongan suku bunga tersebut akan berdampak langsung pada sektor real estate dan menurunkan biaya hipotek.
"Ini adalah sinyal terbesar. Dengan kata lain, siklus penurunan suku bunga terbesar dalam sejarah telah dimulai," kata Yan Yuejin, dikutip dari Reuters, Rabu (21/2).
Pemotongan suku bunga yang melebihi perkiraan juga menunjukkan bahwa Beijing tidak lagi khawatir terhadap dampak negatif dari suku bunga pinjaman yang lebih rendah terhadap mata uang atau perbankan seperti yang terjadi pada tahun lalu.
Pada saat yang sama, dapat mengurangi dampak bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, yang akan menurunkan suku bunga pada tahun ini. Hal ini memungkinkan Beijing untuk memberikan lebih banyak dukungan moneter ke sektor properti.
Penyelamatan Sektor Properti Cina
Beijing telah meningkatkan upaya untuk menyelamatkan sektor properti yang sedang terpuruk, namun langkah-langkah tersebut dilakukan secara tiba-tiba, sehingga sangat membebani sektor yang menggerakkan seperempat perekonomian dan pasar saham Cina tersebut.
Harga rumah baru mengalami penurunan terburuk dalam sembilan tahun pada tahun 2023. Para analis dan investor bahkan tengah menunggu langkah-langkah lebih lanjut dari pemerintah untuk mendoorng konsumsi dan membatasi kenaikan harga properti.
Mereka berharap semakin besar setelah pihak berwenang mengganti Ketua Komisi Regulasi Sekuritas Cina Yu Human di tengah tren penurunan harga saham pada Rabu (7/2) lalu.
Ahli strategi investasi Asia Pasifik Legal and General Investment Management di Hong Kong, Ben Bennet, mengatakan, langkah yang dilakukan oleh pemerintah Cina tersebut merupakan sebuah sinyal.
“Saya pikir langkah ini merupakan sinyal daripada substansi. Kebanyakan orang tidak membeli rumah karena biaya hipotek terlalu tinggi, mereka khawatir pengembang akan bangkrut dan harga rumah turun," kata Ben Bennett.
Bennet memperkirakan, pelonggaran lebih lanjut mungkin akan dilakukan. Pemotongan suku bunga deposito dan pengurangan cadangan likuiditas bank ini memberikan ruang bagi bank komersial untuk mengurangi biaya pinjaman guna mendukung perekonomian.
“Hal ini menandakan tekad untuk mendukung pasar perumahan. Kita perlu melihat apakah hal ini ditindaklanjuti dengan lebih banyak suntikan dana ke pemberi pinjaman, proyek perumahan dan pengembang,” ujarnya.
Sebagai informasi, laporan Bank Pembangunan Asia atau ABD mengungkapkan, bahwa krisis properti di Cina telah penurunan dan menghambat pertumbuhan regional. ADB memperkirakan pertumbuhan Cina pada tahun depan akan lebih rendah menjadi 4,5%, sedangkan pertumbuhan ekonomi India akan mencapai 6,7%.