Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp 8.253,09 triliun hingga akhir Januari 2024. Angka ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Pada bulan lalu terjadi peningkatan Rp 108,4 triliun utang. Rasio utangnya naik dari 38,59% pada Desember 2023 menjadi 38,75% per Januari 2024.
Dalam publikasi APBN KiTa edisi Februari 2024, jumlah utang pemerintah masih di bawah batas aman raiso utang sebesar 60% PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Angkanya juga masih di bawah Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%. "Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan,” tulis publikasi tersebut, dikutip Rabu (28/2).
Mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,60%. Berdasarkan instrumennya, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa surat berharga negara (SBN) yang mencapai 88,19%.
“Selain itu, pemerintah juga mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif,” tulis APBN KiTa.
Secara rinci, utang pemerintah pada Januari 2024 didominasi SBN sebesar Rp 7.278 triliun. Terdiri dari domestik, surat utang negara Rp 4.741 triliun dan surat berharga syariah negara Rp 1.131 triliun. Dari sisi valas, surat utang negara sebesar Rp 1.058 triliun dan surat berharga syariah negara Rp 346 triliun.
Utang pemerintah juga terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 36 triliun, pinjaman luar negeri bilateral Rp 271 triliun, multilateral Rp 575 triliun, dan bank komersil atau commercial banks Rp 92 triliun.
Per akhir Januari 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 45,9% kepemilikan SBN domestik, terdiri atas perbankan 27,4% dan perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,5%. Bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu instrumen mitigasi risiko.
Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 18,7% yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. “Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,8 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing,” tulisnya.
Kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3% menjadi 7,7% per akhir Januari 2024. Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan.