BI Wanti-Wanti Inflasi Pangan Lebih Tinggi dari Kenaikan UMR

ANTARA FOTO/Anis Efizudin/Spt.
Warga antre membeli beras stabilisasi pasokan harga Pasar (SPHP) saat operasi pasar beras di kompleks Plasa Temanggung, Jawa Tengah, Senin (19/2/2024).
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Sorta Tobing
4/3/2024, 16.25 WIB

Bank Indonesia mewanti-wanti inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile food telah melampaui tingkat rata-rata kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN). Angkanya juga melebihi rata-rata kenaikan gaji upah minimum regiona (UMR).

Kepala Departemen Regional BI Arief Hartawan mengatakan angka inflasi pangan bergejolak perlu dijaga di bawah 5%.

Kelompok makanan memiliki bobot relatif besar pada komposisi pengeluaran masyarakat. Angkanya mencapai 33,7%, dengan rata-rata pendapatan tetap masyarakat berada pada kisaran 5% sampai 6%.

"Inflasi volatile food masih cenderung meningkat, terutama disumbang kenaikan harga beras, cabai, telur, dan daging ayam ras. Hal-hal ini perlu dijaga dari waktu ke waktu," ujar Arief dalam acara Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan di Jakarta, Senin (4/2).

Bank Indonesia mencatat, secara historis pangan kenaikannya hanya sekitar 5,2% per tahun dari tahun 2020 sampai 2023.

Namun, per Februari 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi volatile food sudah mencapai 8,47% secara tahunan atau year on year (yoy). Realisasi itu naik dari posisi Februari 2023 yang sebesar 7,62%.

Kalau dibandingkan dengan gaji pegawai ASN rata-rata kenaikannya 6,5% dari 2019 sampai 2024. Lalu untuk UMR, naiknya hanya kurang dari 5% dari 2020-2024. "Jangan sampai kenaikan harga pangan menggerogoti penghasilan mereka,” ujarnya

Arief juga mengatakan terjaganya harga pangan juga menjadi kunci stabilitas sosial dan keamanan nasional. Seperti diketahui, target inflasi umum pada 2024 telah ditargetkan turun menjadi 2,5% plus-minus 1%, dari tahun lalu di kisaran 3% plus-minus 1%.

Reporter: Zahwa Madjid