Target Rasio Pajak 16% Prabowo Dinilai Terlalu Ambisius, Tak Realistis

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/YU
Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto memberikan pidato politik saat mengikuti kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (10/2/2024).
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Sorta Tobing
6/3/2024, 17.33 WIB

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyebut, apabila terpilih menjadi presiden, rasio pajak Indonesia akan naik 16%. Rasio ini menyamai sejumlah negara Asia Tenggara lainnya yang sudah mencapai angka 16%, seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

Tak hanya itu, ia pun optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat menyentuh 8% dalam tiga sampai lima tahun mendatang yang ditopang oleh daya beli masyarakat.

"Adanya permintaan yang naik dan daya beli juga meningkat, ekonomi Indonesia pun tumbuh. Saya optimis pertumbuhan ekonomi 7% sampai 8%," kata Prabowo di acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024, di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (5/3).

Ekonom CELIOS Nailul Huda berpendapat target Prabowo terlalu ambisius dan tidak realistis. Rasio pajak 16% tidak mungkin dapat dicapai dalam lima tahun.

Sebagai informasi, rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023 hanya mencapai 10,21%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di level 5,04% pada kuartal keempat 2023.

“12% hingga 13% saja (rasio pajak) sudah bagus. Jadi angka tersebut sangat tidak rasional,” ujar Nailul kepada Katadata.co.id, Rabu (6/3).

Ia memperkirakan dalam waktu lima tahun, pertumbuhan ekonomi akan berada di level 5% sampai 5,5% dan rasio pajak berada di level 11,5% hingga 12%.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf R Manilet mengatakan tanpa adanya strategi, untuk mencapai target rasio pajak dan pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Prabowo akan relatif berat.

Ia berpendapat dalam 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo target tersebut relatif tidak tercapai. Secara rata-rata angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir hanya berada di kisaran 5%.

“Artinya, pemerintah perlu usaha ekstra untuk mencapai target tersebut dan sayangnya memang di dokumen visi misi paslon Prabowo dan Gibran tidak terelaborasi secara lengkap apa yang kemudian harus dilakukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut,” ujar Yusuf.

Pemerintah Butuh Strategi Baru

Nailul mengatakan apabila ingin mencapai rasio pajak 16%, pemerintah dapat memperkuat perpajakan di sektor pertambangan. Kontribusi sektor ini terhadap perpajakan masih relatif rendah. “Padahal porsi PDB-nya cukup tinggi,” ucapnya.

Kedua, Nailul menilai pemerintah perlu optimalisasi penarikan pajak untuk orang pribadi hingga ke level 5% hingga 10% terhadap penerimaan pajak nasional. “Saat ini hanya 0,7% dari perpajakan nasional. Perlu didorong kembali untuk menaikkan rasio pajak,” ujarnya.

Yusuf berpendapat berbeda. Sektor manufaktur, menurut dia, justru menjadi mesin pendorong perekonomian. Sebab, industri atau lapangan usaha ini punya kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan pekerjaannya terutama dalam jangka panjang.

“Sehingga harapannya ini bisa menjadi sumber potensial bagi penerimaan negara dan sektor industri itu sendiri merupakan sektor yang punya keterkaitan dengan beberapa sektor lain. Ini yang kemudian bisa menjadi efek pengganda terhadap penerimaan pajak nantinya,” ujar Yusuf.

Untuk tahun 2025, dengan melihat kondisi saat ini, ia mengatakan pertumbuhan ekonomi tetap di kisaran 5% sudah cukup baik. Pasalnya,  banyak ketidakpastian global yang terjadi dan Indonesia sedang meunju dalam masa transisi pemerintahan.

“Untuk rasio pajak, saya kira dalam jangka waktu dekat belum akan terlalu banyak bergerak di angka atau kisaran 10,5% hingga 11% terhadap PDB,” ujarnya.

Reporter: Zahwa Madjid