Karyawan tetap yang menerima tunjangan hari raya (THR) harus siap-siap dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dengan tarif efektif bulanan. Sehingga potongan pajak yang dikenakan lebih besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023, besaran PPh 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima karyawan tetap dalam satu masa pajak.
PMK tersebut menyebutkan bahwa penghasilan yang diterima pegawai tetap, baik bersifat teratur maupun tidak teratur masuk dalam obyek pajak PPh 21, berupa penghasilan dari bonus, THR, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu, Dwi Astuti juga membenarkan, bahwa THR, bonus, atau penambahan penghasilan bruto lain masuk dalam obyek pajak.
"[THR] pada komponen penghasilan pegawai akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pajak yang dipotong pada masa atau tahun pajak tersebut," kata Dwi kepada Katadata.co.id, Jumat (15/3).
Dengan begitu, penghasilan yang diterima pegawai tetap baik bersifat teratur maupun tidak teratur akan dikenakan pajak. Sehingga, perhitungan kedua penghasilan tersebut dijumlahkan kemudian dikenakan pemotongan pajak berdasarkan tarif efektif rata-rata (TER).
Penerapan TER Tidak Bebankan Pajak Baru
Meski ada penerapan TER dalam perhitungan pajak tersebut, namun penerapan tarif efektif ini tidak menimbulkan beban pajak baru dalam satu tahun untuk seluruh tingkat penghasilan.
"Penerapan TER sebagaimana dimaksud dalam PMK No. 168 Tahun 2023 tidak mengakibatkan adanya tambahan beban pajak baru," kata Dwi.
Dwi menjelaskan, bahwa penerapan tarif efektif bulanan bagi pegawai tetap hanya digunakan untuk penghitungan PPh 21 pada masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan penghitungan PPh 21 setahun di masa pajak terakhir tetap menggunakan tarif Pasal 17 Ayat (1) Huruf a UU PPh.
Sehingga, pada masa pajak terakhir akan dilakukan penghitungan dengan tarif pasal 17 ayat (1) UU PPh yang akan menghasilkan jumlah PPh terutang selama setahun menjadi sama apabila dihitung tanpa penerapan tarif efektif.
“Artinya, sepanjang tidak ada perubahan penghasilan kena pajak, maka maka total PPh terutang dalam setahun akan sama dengan PPh terutang sebelum diterapkannya tarif efektif,” ujarnya.
Penghitungan PPh 21 untuk THR Karyawan
Jika seorang karyawan menerima penghasilan tidak teratur seperti THR dalam suatu masa pajak, maka penghasilan tersebut digabungkan ke dalam penghasilan bruto. Ini merupakan penghasilan kotor yang diterima karyawan selama satu tahun.
Adapun untuk penentuan PPh 21 terutang, penghasilan bruto karyawan harus dikalikan dengan tarif TER bulanan berdasarkan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari karyawan tetap yang menerima penghasilan tersebut.
Misalnya, ada seorang pegawai tetap bernama Budi yang termasuk (TK/0). Budi merupakan seorang laki-laki yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan atau disebut dengan TK/0.
Budi menerima penghasilan bruto dari perusahaan senilai Rp 7,5 juta per bulan pada masa pajak Februari 2024. Dengan penghasilan yang diterima, Budi dikenai PPh 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,25%.
Kemudian, pada masa pajak Maret 2024, Budi menerima THR satu kali gaji sehingga penghasilan bruto yang diterimanya menjadi Rp 15 juta. Sehingga, ada perubahan tarif efektif bulanan kategori A atas penghasilan bruto sebesar Rp 16 juta adalah 6%.