Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai berlaku selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025 mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan tarif PPN 12% tetap akan mengikuti peraturan dan fatsun politik atau etika politik yang santun. Maka dari itu, kenaikan tarif PPN akan menjadi keputusan pemerintahan baru.
“PPN 12% itu sesuai dengan fatsun politiknya saja, undang-undang harmonisasi perpajakan (UU HPP) yang dibahas kita semua [sudah] setuju, namun kita juga harus menghormati pemerintahan baru, “ ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (19/3)
Ia menegaskan, bahwa dalam pemerintahan baru nanti juga akan ada pembahasan mengenai target penerimaan pajak. “Jadi kalau targetnya penerimaan masih pakai PPN 11%, nanti disesuaikan targetnya dengan UU HPP dan akan disesuaikan,” ujarnya.
DPR Minta Penerapan PPN 12% Dikaji Ulang
Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan, Andreas Eddy Susetyo dalam rapat kerja bersama Kementerian Keuangan meminta agar rencana pengenaan PPN 12% pada tahun 2025 untuk dikaji ulang.
Menurutnya, kenaikan pajak tersebut harus dilakukan secara bertahap dan tidak dilakukan sekaligus. “Ini perlu dikaji kembali. Timing nya pun kalau mau naik, kenapa tak menunggu suku bunga turun,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, berbagai ketentuan telah dirumuskan dan diterbitkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk penyesuaian tarif PPN yang akan dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya.
Airlangga pun sudah melihat pilihan masyarakat Indonesia jatuh kepada calon presiden baru yang mendukung keberlanjutan program pemerintahan Jokowi.
"Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan berbagai program yang dicanangkan pemerintah tentu akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” ujar Airlangga di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Jumat (8/3).