Sejumlah ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang digelar Rabu siang (20/3) pukul 14.00 WIB.
Ekonom Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Teuku Riefky memperkirakan pada pertemuan kali ini, Bank Indonesia masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6%.
"Kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur pada Maret ini," kata Riefky dalam laporan LPEM FEB UI pada Rabu (20/3).
Menurut Riefky, naiknya inflasi AS secara tidak terduga memicu sentimen bahwa Bank Sentral AS, The Fed yang akan menunda penurunan suku bunga dari titik tertinggi dalam 23 tahun terakhir. Kondisi ini cukup memengaruhi arus modal keluar dari pasar obligasi Indonesia.
“Terlepas dari tingginya tekanan terhadap rupiah, beberapa Minggu terakhir pergerakan rupiah cenderung stabil. Sehingga, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuan di level 6,00%,” ujarnya.
Riefky menyebut inflasi di Amerika Serikat (AS) secara tidak terduga meningkat ke 3,2% yoy pada Februari 2024. Hal ini menunjukkan tantangan yang semakin sulit dihadapi oleh The Fed untuk menurunkan angka inflasi di fase akhir.
Ditambah lagi, tingkat pengangguran AS juga meningkat menjadi 3,9% pada Februari 2024. Padahal bulan sebelumnya, laju inflasi masih terjaga di level 3,7%.
“Kenaikan inflasi yang tidak terduga ini mendorong munculnya sentimen bahwa The Fed harus menunda penurunan suku bunga acuan. Padahal, sebelum rilis data inflasi terbaru, berbagai indikasi menunjukkan suku bunga AS akan mulai turun pada Juni 2024,” ujarnya.
BI Masih Mengantisipasi Keputusan The Fed
Tak berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan Bank Indonesia akan kembali mempertahankan BI Rate pada level 6,00%. Sebab, BI perlu mengantisipasi dampak dari pertemuan The Fed pada Maret 2024.
Menjelang rapat Dewan Kebijakan Federal Reserve AS (FOMC) pada 19-20 Maret 2024, ekspektasi pasar mengarah pada kebijakan The Fed yang akan mempertahankan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) di kisaran 5,25%-5,50%.
Namun ada ketertarikan yang besar terhadap sinyal-sinyal dari The Fed terkait waktu dan laju penurunan suku bunga yang diperkirakan akan terjadi pada tahun ini.
“Selain itu, pelaku pasar juga menantikan proyeksi ekonomi terbaru untuk mengukur apakah kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga masih ada,” ujar Josua.
Kondisi ini berdampak negatif pada pasar keuangan global, dengan meningkatnya sentimen risk off yang menyebabkan pelemahan rupiah. Atas hal tersebut, Josua memperkirakan BI masih akan mempertahankan suku bunga di level 6% pada hari ini.
Inflasi Akan Pengaruhi Suku Bunga BI
Dari dalam negeri, Josua menilai kenaikan inflasi pangan dan penurunan surplus perdagangan membatasi potensi penurunan BI-Rate lebih awal.
Pada Februari 2024, terdapat peningkatan yang signifikan pada tingkat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) menjadi 0,37% secara bulanan. Secara tahunan, tingkat inflasi juga meningkat, mencapai 2,75% yoy dibandingkan dengan 2,57% yoy pada Januari 2024.
Josua mengungkapkan bahwa kenaikan inflasi ini terutama didorong oleh pergerakan harga bahan makanan, terutama beras. Sehingga, BI akan mempertimbangkan perkembangan terkini baik dari sisi global maupun domestik.
"Oleh karena itu, ruang penurunan suku bunga BI Rate pada semester kedua tahun 2024 masih terbuka lebar," kata Josua.
Selain itu, pendekatan The Fed yang berhati-hati terhadap penurunan suku bunga dan tekanan inflasi domestik akibat cuaca el nino akan mendorong BI mempertahankan suku bunga pada semester pertama 2024.
“Secara keseluruhan, kami mempertahankan proyeksi kami bahwa BI Rate akan turun 50 bps menjadi 5,50% pada akhir tahun 2024,” ujarnya.