Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 6% pada Rabu (20/3). Melalui keputusan ini, bank sentral tetap konsisten mempertahankan suku bunga sejak naik 25 bps menjadi 6% pada Oktober 2023 lalu.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, alasan mempertahankan suku bunga demi memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah serta sebagai langkah preventif dan memastikan inflasi tetap terkendali.
"Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI Rate sebesar 6%, suku bunga deposito facility tetap 5,25% dan suku bunga lending facility tetap 6,75%," kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/3).
Melalui kebijakan suku bunga tersebut, Perry berharap tingkat inflasi nasional tetap terkendali dalam sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024. Selain itu, BI juga terus memperkuat kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran agar tetap tumbuh dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Pelonggaran kebijakan makroprudensial akan terus ditempuh untuk mendorong penyaluran kredit perbankan ke dunia usaha dan rumah tangga," kata Perry.
Selain itu, kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
Terhitung mulai 21 Desember 2023, BI menggunakan nama BI Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate untuk memperkuat komunikasi kebijakan moneter.
Sesuai Perkiraan Ekonom
Ekonom Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Teuku Riefky memperkirakan pada pertemuan kali ini, Bank Indonesia masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6%.
"Kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur pada Maret ini," kata Riefky dalam laporan LPEM FEB UI pada Rabu (20/3).
Menurut Riefky, naiknya inflasi AS secara tidak terduga memicu sentimen bahwa Bank Sentral AS, The Fed yang akan menunda penurunan suku bunga dari titik tertinggi dalam 23 tahun terakhir. Kondisi ini cukup memengaruhi arus modal keluar dari pasar obligasi Indonesia.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan Bank Indonesia akan kembali mempertahankan BI Rate pada level 6,00%. Sebab, BI perlu mengantisipasi dampak dari pertemuan The Fed pada Maret 2024.
Menjelang rapat Dewan Kebijakan Federal Reserve AS (FOMC) pada 19-20 Maret 2024, ekspektasi pasar mengarah pada kebijakan The Fed yang akan mempertahankan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) di kisaran 5,25%-5,50%.
Dari dalam negeri, Josua menilai kenaikan inflasi pangan dan penurunan surplus perdagangan membatasi potensi penurunan BI-Rate lebih awal.
“Secara keseluruhan, kami mempertahankan proyeksi kami bahwa BI Rate akan turun 50 bps menjadi 5,50% pada akhir tahun 2024,” ujarnya.