Jepang Akhiri Era Suku Bunga Negatif, Bagaimana Dampak ke Rupiah?

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
Gubenur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampikan laporan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024). KSSK melaporkan hasil rapat berkala KSSK I Tahun 2024 bahwa stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap stabil di tengah risiko pelambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian pasar keuangan global karena didukung kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resiliensi dan sinergi serta koordinasi dari seluruh komponen KS
20/3/2024, 18.13 WIB

Kenaikan suku bunga bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ) diperkirakan tidak akan berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Sebab, pergerakan nilai tukar masih dipengaruhi oleh dolar Amerika Serikat (AS).

Seperti yang diketahui, BoJ mengakhiri tren suku bunga negatif sejak 2007. Perubahan-perubahan ini menandai perubahan bersejarah dan mewakili kemunduran paling tajam di tengah upaya pelonggaran moneter paling agresif di dunia.

BOJ menaikkan suku bunga jangka pendek menjadi sekitar 0% hingga 0,1% dari -0,1%. Pemerintah juga menghapus kebijakan pengendalian kurva imbal hasil atau yield curve control yang radikal pada obligasi negara Jepang.

Kebijakan ini digunakan oleh bank sentral Jepang untuk menargetkan suku bunga jangka panjang dengan membeli dan menjual obligasi sesuai kebutuhan.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan kebijakan BoJ tidak berpengaruh besar terhadap pergerakan inflow dan outflow maupun dengan nilai tukar.

Adapun yang dimaksud dengan inflow merupakan uang yang masuk ke bank sentral melalui kegiatan penyetoran. Sedangkan outflow merupakan uang yang beredar dari bank sentral melalui kegiatan penarikan.

“Pengaruh Jepang kami tidak melihat kebijakan BoJ itu berpengaruh besar. Karena pergerakan nilai tukar berbagai negara itu sangat ditentukan juga kekuatan nilai tukar dolar yang masih cukup kuat,” ujar Perry dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Rabu (20/3).

Perry menjelaskan, bahwa tekanan terhadap nilai tukar meningkat karena ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi sehingga outflow dari SBN dan sebagian SRBI dengan dolar yang masih cukup kuat.

Bank Indonesia Tahan Suku Bunga

Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 6% pada Rabu (20/3). Melalui keputusan ini, bank sentral tetap konsisten mempertahankan suku bunga sejak naik 25 bps menjadi 6% pada Oktober 2023 lalu.

Perry mengungkapkan, alasan mempertahankan suku bunga demi memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah serta sebagai langkah preventif dan memastikan inflasi tetap terkendali.

"Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI Rate sebesar 6%, suku bunga deposito facility tetap 5,25% dan suku bunga lending facility tetap 6,75%," kata Perry.

Melalui kebijakan suku bunga tersebut, Perry berharap tingkat inflasi nasional tetap terkendali dalam sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024. Selain itu, BI juga terus memperkuat kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran agar tetap tumbuh dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Pelonggaran kebijakan makroprudensial akan terus ditempuh untuk mendorong penyaluran kredit perbankan ke dunia usaha dan rumah tangga," kata Perry.

Reporter: Zahwa Madjid