Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertemu dengan Managing Director International Finance Corporation (IFC), Makhtar Diop di sela-sela agenda Spring Meetings Worldbank dan IMF 2024 di Washington D.C Amerika Serikat pada Minggu (21/4).
Dalam pertemuannya, Sri Mulyani mengungkapkan nilai investasi IFC di Indonesia sudah mencapai US$ 9,6 miliar atau setara Rp 155,69 triliun (kurs: Rp 16.218 per dolar AS).
“Saya menyambut baik inisiatif IFC untuk melebarkan operasinya di Indonesia. Terlebih dengan komitmennya untuk terus menjaga kesejahteraan mereka yang rentan. Sejauh ini, investasi IFC di Indonesia sudah mencapai US$ 9,6 Milyar,” ujar Sri Mulyani dalam unggahan akun Instagramnya dikutip Senin (22/4)
Bendahara Negara tersebut juga menjelaskan bahwa IFC merupakan salah satu perpanjangan tangan bank dunia atau world bank yang berperan membantu melawan kemiskinan ekstrem di negara-negara berkembang melalui kerja sama dengan sektor swasta.
“Kami juga berbincang beragam topik, mulai dari lansekap terkini perekonomian global dan domestik hingga kerja sama yang sudah terjalin dan akan terjadi antara pemerintah Indonesia dengan IFC,” ujar Sri Mulyani.
Ia pun menjelaskan tantangan perekonomian global terus berubah, diwarnai beragam ketidakpastian. Ditambah lagi, 2024 merupakan tahun pemilihan umum. Lebih dari 70 negara melaksanakan pesta demokrasi yang akan membawa perubahan-perubahan kebijakan luar negeri di seluruh penjuru dunia.
Kendari demikian, Sri Mulyani tetap optimis bahwa kondisi fiskal Indonesia masih begitu kuat. Penerimaan negara terus berkembang dan pengeluaran yang dijaga secara prudent.
“Terlebih dengan surplus neraca perdagangan selama 46 bulan berturut-turut menentang kondisi perlambatan ekonomi global,” ujarnya.
Antisipasi Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Sri Mulyani juga telah menyiapkan strategi untuk menjaga pelemahan nilai tukar rupiah akibat konflik Iran-Israel dan Kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
Dia akan terus memastikan stabilitas ekonomi makro akan senantiasa dijaga, baik dari sisi moneter maupun fiskal. Koordinasi dengan Bank Indonesia juga terus dilakukan untuk beradaptasi dengan tekanan yang ada.
"Dari sisi fiskal, kita memastikan APBN berperan menjadi shock absorber yang efektif dan kredibel,” kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, situasi global yang berkembang saat ini pasti akan berdampak pada perekonomian Indonesia, termasuk gejolak nilai tukar rupiah.
Di sisi ekspor, penerimaan akan jauh lebih baik dengan nilai tukar dolar yang menguat. Namun, di sisi impor, konversi harga terhadap rupiah akan lebih tinggi dan bisa berdampak pada inflasi di Indonesia.
Selain itu, dia memastikan pemerintah terus mengantisipasi dan waspada terhadap perkembangan tersebut. “Saya yakin Indonesia akan tetap resilien dalam situasi ini,” ujar dia.
Tak hanya dalam kondisi saat ini, Bendahara Negara ini juga yakin perekonomian Indonesia tetap tangguh ke depannya, sama halnya dengan pengalaman melewati krisis pandemi lalu.
“Di tengah kondisi suku bunga dan inflasi global yang tinggi seperti saat ini, saya yakin ekonomi Indonesia akan tetap terjaga sesuai target, didukung oleh sisi ekspor yang kuat dan neraca perdagangan yang surplus,” ujarnya.