Rupiah Melemah Dipengaruhi Ekspektasi Suku Bunga Bank Sentral AS

ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga/wpa.
Petugas menghitung uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing Jakarta, Rabu (22/5/2024). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis pada penutupan perdagangan hari ini Rabu (22/5) dari Rp15.990 per dolar AS menjadi Rp15.989 per dolar AS.
27/5/2024, 10.01 WIB

Nilai tukar rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahan pada hari ini (27/5). Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh ekspektasi dan ketidakpastian arah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.

Pada Senin pagi (27/5), rupiah dibuka melemah Rp 16.041 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg. Padahal penutupan Rabu lalu (22/5), rupiah masih terjaga di level Rp 15.995 per dolar AS.

Sejumlah analis memprediksi pelemahan rupiah pada hari ini. Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menilai rupiah akan tertekan terhadap dolar AS karena pejabat The Fed membuka opsi kenaikan suku bunga untuk mengantisipasi inflasi AS.

"Ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell pasca rapat sebelumnya, yang menyatakan kenaikan suku bunga bukan wacana prioritas pada tahun ini," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (27/5).

Untuk pekan ini, pelaku pasar akan mengonfirmasi sikap petinggi The Fed berdasarkan data inflasi Indeks Harga Belanja Personal (PCE) Inti yang dirilis pada Jumat ini.

Menurut Ariston, selama tidak ada indikasi baru soal peluang pemangkasan suku bunga acuan AS, rupiah masih akan berkonsolidasi dan berpotensi melemah terhadap dolar AS pada pekan ini.

"Potensi pelemahan ke arah Rp 16.050 per dolar AS pada hari ini, dengan level pendukung atau support di sekitar Rp 15.990 per dolar AS," ujarnya.

Tak berbeda, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi melihat peluang rupiah masih berfluktuasi atau bergerak naik turun. Walau begitu, dia masih optimistis rupiah bakal ditutup menguat pada hari ini.

"Wajar rupiah dibuka melemah karena Kamis dan Jumat libur. Tetapi transaksi pada Jumat lalu, membuat indeks dolar melemah cukup tajam di level 105 dan sekarang 104,5, yang artinya penurunan indeks dolar membuka kemungkinan rupiah ditutup menguat," kata dia.

Namun rupiah masih mewaspadai arah kebijakan The Fed. Karena Ibrahim melihat, bank sentral AS masih akan mempertahankan suku bunga lebih lama yang kemudian direspon negatif oleh pelaku pasar hingga akhirnya dolar AS menguat.

Selain itu, yang perlu diwaspadai pasar adalah permasalahan gagal bayar industri properti di Cina. Walau pemerintah mengguyur stimulus properti senilai 1 triliun yuan, namun belum mampu mengangkat perekonomian Cina.

Di tengah tantangan tersebut, rupiah masih berpeluang menguat di level Rp 15.800 per dolar AS pada tahun ini. Ibrahim menilai strategi Bank Indonesia menahan suku bunga 6,25% pada Rabu (22/5) lalu sebagai langkah tepat.

"Rupiah menguat empat poin dan Gubernur BI masih yakin rupiah masih cukup stabil ke depan. Walau rupiah masih di Rp 16.000 sekarang, tapi jika bank sentral menurunkan suku bunga 25 basis poin, maka rupiah bisa Rp 15.800," katanya.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari