Jakarta dan Surabaya Disebut Paling Dukung Agenda Perubahan Iklim
Jakarta dan Surabaya mengalokasikan anggaran penanganan perubahan iklim yang paling besar dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyebut alokasinya masing-masing sebesar 12,74% dan 19,53% terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara alias APBD.
"Kalau bicara daerah yang cukup climate friendly atau sangat mendukung agenda perubahan iklim adalah Surabaya dan Jakarta," kata Kepala Pusat Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Boby Wahyu Hermawan di Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/5), dikutip dari Antara.
Anggaran tersebut masuk dalam penandaan anggaran perubahan iklim atau climate budget tagging (CBT). Saat ini penerapannya masih bersifat sukarela untuk memasukkanya dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Boby mengatakan uji coba CBT telah berjalan sejak 2020 di 11 daerah. Kini total 22 pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah melakukan hal serupa.
Dalam catatannya rata-rata porsi anggaran perubahan iklim terhadap APBD selama 2020 hingga 2023 sebesar 5,38%. Implementasinya bertujuan untuk mengidentifikasi program dan kegiatan yang telah pemerintah daerah lakukan untuk mendukung mitigasi perubahan iklim.
Apa Itu Climate Budget Tagging?
Climate budget tagging adalah penandaan anggaran perubahan iklim. Sejak 2012 Kementerian Keuangan telah melakukan studi terkait pembiayaan perubahan iklim. Hasilnya digunakan sebagai dasar pengembangan inisiatif penandaan tersebut.
Empat tahun kemudian Kemenkeu mulai menerapkannya dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Secara harfiah, dana-dana terkait perubahan iklim diberi tanda untuk efektivitas dan transparansi publik.
Boby mengatakan pelaksanaannya sejak 2016 hingga 2022 telah mencapai Rp 5,69 triliun atau 2,5% dari APBN. Yang terbanyak atau 58,4% untuk mitigasi berupa penurunan emisi gas rumah kaca terhadap baseline (industri hijau, pengelolaan limbah, energi, dan transportasi).
Yang terbanyak berikutnya atau 37,6% dari APBN untuk penurunan kerentanan, peningkatan kapasitas adaptif, dan pengurangan kerugian ekonomi, seperti air dan kesehatan. Lalu, 3,9% untuk co-benefit, seperti kegiatan mitigasi dan adaptasi.