Tim Prabowo Bantah Isu akan Naikkan Rasio Utang RI hingga 50%
Ketua Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo - Gibran, Sufmi Dasco Ahmad membantah kabar bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto akan menaikkan rasio utang mendekati 50% terhadap produk domestik bruto (PDB) untuk lima tahun ke depan.
"Terkait berita atau wacana yang dilontarkan dari luar, seolah ada rencana Pak Prabowo untuk menaikkan rasio utang pemerintah, kita anggap sebagai dinamika dan opini. Dan itu bukan posisi formal kami," kata Dasco kepada Katadata.co.id, Sabtu (15/6).
Hingga saat ini, kata Dasco, Prabowo masih fokus untuk menyesuaikan program - program prioritas ke dalam anggaran tahun 2025, terutama program di bidang pangan dan gizi.
Menurut Dasco, penyesuaian ini sejalan dengan target yang ditetapkan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), sambil memastikan kondisi fiskal secara hati-hati dan terukur.
Tak berbeda, Thomas Djiwandono yang membidangi ekonomi dan keuangan dalam tim sinkroninasi tersebut juga membantah adanya rencana Prabowo untuk menaikkan rasio utang.
Dalam wawancara dengan Reuters, Sabtu (15/6), Thomas mengungkapkan bahwa Prabowo belum menetapkan target rasio utang apa pun dan akan tetap mematuhi batas fiskal sesuai aturan yang berlaku.
"Kami sama sekali tidak membicarakan target utang terhadap PDB. Ini bukan rencana kebijakan yang resmi," kata Thomas.
Dia menekankan, bahwa Prabowo bersama tim akan fokus terhadap kebijakan fiskal yang hati-hati. "Karena hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip fiskal di Indonesia," katanya.
Membiayai Program Prioritas Prabowo
Sebelumnya, sumber Bloomberg menyampaikan soal rencana Prabowo untuk meningkatkan rasio utang demi memberi ruang bagi tim ekonomi Prabowo menyesuaikan hambatan apa pun.
Rencana kenaikan rasio utang tersebut untuk membiayai berbagai program prioritas yang diinisiasi Prabowo dalam janji kampanye lalu. Salah satunya program makan siang gratis.
Hal ini akan membuat rasio utang Indonesia mendekati 50% dari PDB pada masa akhir jabatan Prabowo. Dari rasio utang 39% pada tahun ini, berpotensi mencapai tingkat tertinggi sejak 2004.
"Walau Prabowo telah membicarakan banyak kemungkinan peningkatan utang selama kampanye, namun komitmen soal utang dan terkait perinciannya tidak diketahui jelas," tulis Bloomberg dikutip Jumat (14/6).
Langkah ini akan menandai perubahan penting bagi Indonesia, yang selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor. Karena pemerintah secara ketat mematuhi batas defisit APBN sebesar 3% dari PDB.
Kemudian batas rasio utang terhadap PDB maksimum 60% sejak krisis keuangan Asia 1997 melanda, kecuali saat pandemi. Hal ini telah membantu utang Indonesia mendapatkan peringkat layak investasi meski pendapatan negara masih lemah.
Sumber ini menambahkan, bahwa rasio utang 50% dipandang sebagai tingkat optimal untuk meyakinkan investor terhadap komitmen pemerintah untuk mengelola fiskal lebih berhati-hati. Sementara rasio utang lebih dari 60% dapat menimbulkan kekhawatiran pasar.
"Meskipun ini masih dalam rencana untuk saat ini, diskusi juga sedang berlangsung dan usulan tersebut mungkin saja berubah," kata sumber tersebut.