Pembentukan family office berpotensi menjadi sarang pencucian uang seperti yang terjadi di Singapura. Pada kasus di Singapura, 6 family office tersangkut kasus pencucian uang senilai US$ 3 miliar atau setara Rp 36,23 triliun.
Pemerintah Singapura kemudian menangkap 10 orang asing yang terlibat dalam kasus pencucian uang terbesar di negara tersebut. Mereka juga telah mendapat hukuman dari pihak yang berwajib.
Belajar dari kasus tersebut, sejumlah ekonom meminta pemerintah meninjau pembentukan dan skema family office secara matang. Karena family office berisiko menjadi tempat pencucian uang dan suaka pajak.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda melihat risiko pencucian uang dari pembentukan family office, karena pemerintah harus menawarkan pajak rendah demi menarik investor asing atau orang kaya ke Indonesia.
"Saya rasa sangat berpotensi menjadi tempat suaka pajak karena insentif yang ditawarkan juga dengan menurunkan pajak bagi orang kaya ini. Sama seperti yang dikembangkan di Singapura ataupun negara suaka pajak lainnya," kata Nailul kepada Katadata.co.id, Kamis (4/7).
Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga mewanti-wanti praktik pencucian uang karena pemilik modal atau orang kaya menaruh uangnya di Tanah Air.
Negara Surga Pajak
Selain itu, Indonesia juga berisiko menjadi tempat pengemplang pajak. Karena para pencari suaka pajak ini berusaha menghindari pajak di negara asalnya, dengan menaruh uangnya di negara-negara surga pajak.
"Pembebasan ataupun pemberian skema pajak tertentu diberikan pada konsep family office. Skema ini digunakan pemilik modal untuk merancang skema tertentu, ini yang perlu diantisipasi negara berkembang," kata Yusuf.
Apalagi, negara berkembang seperti Indonesia membutuhkan penerimaan pajak yang bersumber dari berbagai sektor usaha. Sehingga, pemberian insentif pajak harus memperhatikan faktor kompensasi yang didapat di masa depan serta berdasarkan asas keadilan.
Jika family office benar-benar direalisasikan dengan pemberian pajak rendah, maka ini bertolak belakang dengan semangat global. Seperti diketahui, konsesus global tengah merancang upaya agar tidak ada perang tarif pajak untuk investasi.
"Karena pajak ini akan bermuara terhadap harmfull tax competition [perang pajak] yang akan merugikan negara berkembang seperti Indonesia," ucap Yusuf.
Untuk itu, Yusuf meminta pemerintah untuk memperhatikan aspek pajak yang berkeadilan dalam mendesain skema family office di Indonesia. Bukan hanya menawarkan pajak rendah demi menarik investor masuk.
Sediakan Layanan Keuangan dan Investasi
Seperti diketahui, family office merupakan perusahaan bisnis swasta yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan individu atau keluarga super kaya. Dengan menyediakan layanan manajemen keuangan, perencanaan pajak, filantropi, investasi dan lainnya.
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sudah membentuk tim khusus untuk mengkaji skema investasi family office di Indonesia. Tim ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Terdapat dua daerah yang berpotensi menjadi lokasi pendirian family office di Indonesia, yaitu Bali dan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pendirian family office ini akan menyaingi Singapura dan Hong Kong yang sudah lebih dulu ada.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno bahkan memperkirakan dana yang dikelola family office Indonesia bisa mencapai US$ 500 miliar atau sekitar Rp 8.160 triliun.