Kemiskinan dan Kesenjangan Masih Jadi Pekerjaan Rumah RI untuk Gabung OECD

Katadata
Diseminasi studi bertajuk Mengkaji Indonesia Menuju OECD Dalam Perspektif Masyarakat Sipil. Acara ini digelar di Menteng, Jakarta, pada Selasa (23/5).
23/7/2024, 19.25 WIB

Sejumlah pekerjaan rumah (PR) harus dibenahi oleh Indonesia agar bisa menjadi anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mulai dari masalah kesenjangan sosial, kemiskinan dan lainnya. 

Dalam studi INFID berjudul Mengkaji Aksesi Indonesia Menuju OECD, terungkap bahwa Indonesia masih harus bekerja keras, terutama dalam mengurangi kesenjangan dengan negara-negara OECD. Ini menjadi indikator krusial yang diperlukan untuk menjadi negara maju.

Pemerintah dapat memulai dengan sejumlah hal. Pertama adalah menaikkan investasi pada belanja sosial yang memiliki daya ungkit terbesar untuk menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan.

Misalnya, anggaran infrastruktur air dan sanitasi, kesehatan, pendidikan, dan upaya menutup kesenjangan gender dan kelompok rentan lainnya, melalui berbagai program perlindungan sosial.

Tingkat kemiskinan dan kesenjangan juga masih belum menunjukkan kelayakan sebagai negara maju yang mengusung negara kesejahteraan jika dibandingkan dengan rata-rata negara anggota OECD.

Untuk itu, pemerintah perlu memperkuat tata kelola kelembagaan. Melalui reformasi tata kelola kelembagaan baik dalam sisi perlindungan sosial maupun penerimaan pajak. Kemudian meningkatkan koherensi antara kebijakan sosial, ekonomi atau fiskal, sisi penerimaan, dan belanja.

"Dengan adanya tuntutan untuk menaikkan belanja sosial yang masih rendah, wacana mengenai kenaikan anggaran perlindungan sosial, misalnya, tidak boleh dipisahkan dari wacana pentingnya menggenjot penerimaan pajak," kata Program Officer SDG's INFID Angelika Fortuna dalam acara publikasi studi INFID di Jakarta, Selasa (23/7).

Untuk menjadi negara yang sejahtera, mandiri dan demokratis, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Sebab, pajak berfungsi sebagai kontrak sosial, yang pada gilirannya akan menumbuhkan mekanisme tanggung gugat yang lebih baik antara warga negara dan pemerintah.

Belum Menjadi Negara Maju

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira bahkan menyoroti banyak hal yang perlu dilakukan Indonesia sebelum menjadi anggota OECD. Sementara Indonesia saat ini belum menjadi negara maju. 

"Kita tahu sejarah OECD ini kan kumpulan negara maju. Jadi dia negara maju dulu baru bikin organisasi," kata Bhima. 

Saat ini, Indonesia tengah memasuki tahapan aksesi OECD pasca disetujuinya Peta Jalan Aksesi Indonesia. Namun kondisi Indonesia belum menjadi negara maju, akan memunculkan kesenjangan dengan anggota OECD lain. "Karena idealnya, seharusnya kita menjadi negara yang memiliki high income dulu," ujar Bhima.

Meskipun begitu, Indonesia bisa belajar banyak dalam mempersiapkan struktur ekonomi. Khususnya dari penguatan industri manufaktur dan teknologi.

Momentum Perubahan RI

Deputi Direktur atau Koordinator Utama Kerja Sama Multilateral Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Lembaga Keuangan Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Muhammad Hadianto menilai status Indonesia yang belum menjadi negara maju bukan menjadi masalah.

Hadianto menilai, justru dengan masuknya Indonesia menjadi anggota OECD bisa memicu perubahan dan regulasi. Karena OECD sebelumnya pernah mengeluarkan survei yang menunjukkan kondisi pendidikan di Indonesia memiliki peringkat rendah.

Kemudian pada akhirnya hal tersebut disikapi sebagai momentum untuk melakukan perubahan."Ini salah satu ilustrasi bagaimana kemudian Indonesia tidak menunggu menjadi sempurna untuk bisa bergabung [dengan OECD]," kata Hadianto.

 

Reporter: Rahayu Subekti