Cara Pemerintah Batasi Konsumsi Rokok: Naikkan Cukai hingga Larangan Jual Eceran
Pemerintah terus berupaya mengendalikan konsumsi rokok di masyarakat melalui berbagai cara mulai dari menaikkan tarif cukai hingga yang paling baru adanya larangan penjualan rokok secara eceran.
Bahkan sejak awal tahun 2024, harga rokok hasil tembakau sudah naik. Hal tersebut dilakukan seiring dengan pemberlakukan ketentuan harga jual eceran (HJE) minimum dan tarif cukai hasil tembakau (CHT) per batang.
Kenaikan cukai rokok tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Berdasarkan beleid tersebut, harga jual minimal per batang dan tarif cukai naik dan hal ini menyebabkan harga rokok per bungkus juga menjadi lebih mahal. Tarif cukai rokok naik rata-rata sebesar 10% pada 2023 dan 2024.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan kenaikan tarif cukai tersebut merupakan hasil dari pertimbangan beberapa hal. "Berupa pilar pada pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, target penerimaan, dan pemberantasan rokok ilegal," kata Nirwala dikutip Kamis (4/1).
Larangan Penjualan Rokok Ketengan
Pemerintah berencana menaikan tarif CHT pada 2025. DPR dikabarkan sudah memberikan lampu hijau terkait kenaikan tarif CHT yang akan diberlakukan pada tahun depan tersebut.
Pada Juni 2024, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan persetujuan dari DPR tersebut. "Kami sudah dapat persetujuan untuk menyesuaikan tarif cukainya pada 2025, intensifikasi," kata Askolani.
Upaya pembatasan konsumsi rokok tidak sampai situ. Presiden Joko Widodo bahkan resmi melarang penjualan rokok ketengan atau eceran per batang. Hal itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diundangkan pada Jumat (26/7).
“Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik (…) secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektrik,” tulis Pasal 343 ayat 1c PP No 28/2024.
Selain melarang penjualan rokok eceran, beleid ini juga melarang penjualan rokok tembakau dan elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Hal ini ditulis dalam Pasal 434 ayat 1e.
PP yang diundangkan dan diberlakukan mulai 26 Juli 2024, Jokowi memerintahkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyelenggarakan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya menggunakan produk tembakau dan rokok elektronik.
Berdasarkan pasal 452 PP Kesehatan, kebijakan tersebut bertujuan untuk memenuhi akses ketersediaan informasi dan edukasi kesehatan masyarakat. PP tersebut juga memuat memuat pengaturan terkait Kesehatan termasuk pengamanan zat adiktif.
Dalam pasal 434, disebutkan bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik yang menggunakan mesin layan diri dan kepada orang yang berusia di bawah 21 tahun. Penjualan rokok juga dilarang secara eceran per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Penerimaan Cukai Rokok Anjlok
Penerimaan cukai rokok sepanjang Januari 2024 bahkan mengalami penurunan Rp 600 miliar dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Angkanya menjadi Rp 17,89 triliun atau sekitar 7,27% dari target dalam anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2024.
Mengutip publikasi APBN KiTa Kementerian Keuangan edisi Februari 2024, penurunan kinerja tersebut terjadi karena produksi dan tarif efektif pada bulan November 2023 dan adanya pelunasan maju cukai rokok ke 2023.
“Tarif efektif tersebut dipengaruhi oleh produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) golongan 1 yang memiliki tarif tinggi terus mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan jenis lainnya,” tulis publikasi APBN KiTa Februari 2024 dikutip Rabu (28/2).