Bea Cukai mencatatkan penerimaan sebesar Rp 134,2 triliun pada Juni 2024. Nilai itu mencapai 41,8% dari target dan menunjukkan perbaikan kinerja dibandingkan bulan sebelumnya.
Namun nilai penerimaan negara tersebut turun 0,91% secara tahunan (yoy). Padahal pada Juni 2023 lalu, lembaga di Kementerian Keuangan ini masih mampu kumpulkan penerimaan Rp 135,43 triliun.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep Dudi Ginanjar menyebut, sektor bea masuk dan bea keluar tumbuh signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, masing-masing di angka 0,3% yoy dan 52,6% yoy.
"Meskipun penerimaan Bea Cukai pada Juni 2024 selisih kurang 0,9% (yoy), tetapi nilai ini meningkat jika dibandingkan penerimaan pada Mei lalu yang bahkan turun hingga 7,8% yoy," kata Encep dalam keterangan resmi, Jumat (2/8).
Peningkatan ini dipengaruhi penerimaan dari dua sektor, bea masuk yang tercatat positif di angka Rp 24,3 triliun atau 42,3% dari target (naik 0,3% yoy) dan bea keluar di angka Rp 8,1 triliun atau 46,3% dari target (naik 52,6% yoy).
“Capaian positif bea keluar dipengaruhi kebijakan relaksasi ekspor mineral, khususnya komoditas tembaga, sedangkan capaian bea masuk didorong oleh penguatan kurs dolar AS dan pertumbuhan nilai impor,” ujarnya.
Relaksasi Penundaan Pelunasan Cukai
Meskipun penerimaan sektor cukai mendominasi penerimaan Bea Cukai dengan total Rp 101,8 triliun atau 41,4% dari target, tetapi nilai ini masih melemah 3,9% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Menurut Encep, penurunan ini disebabkan adanya relaksasi penundaan pelunasan cukai dan downtrading produk hasil tembakau (HT) ke golongan yang lebih rendah/murah.
“Ketentuan relaksasi ini membuat penundaan pelunasan cukai HT pada bulan Mei-Juni 2024 tercatat di angka Rp 26,9 triliun," kata dia.
Selain itu, adanya downtrading hasil tembakau ke golongan rokok yang lebih murah berdampak pada penurunan penerimaan cukai HT dari gol I Rp 4,5 triliun dan gol II Rp 0,3 triliun, sementara dari gol III hanya menambah Rp 0,1 triliun.
Pemberian Insentif Kepabeanan
Selain kinerja penerimaan, fasilitasi dan pengawasan Bea Cukai juga menunjukkan hasil positif. Kinerja fasilitasi termasuk pemberian insentif kepabeanan tercatat Rp 16,9 triliun, dengan kontribusi dari kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) yang mampu memberikan dampak ekonomi melalui ekspor US$ 45,8 miliar dan investasi US$ 1.762,2 juta.
Sejalan dengan itu, kinerja pengawasan pun menunjukkan peningkatan jumlah penindakan yang mencapai 17.382 kasus, dengan komoditas utama berupa hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), narkotika, psikotropika, dan prekusor (NPP), tekstil, dan besi baja.
Menurut Encep, perbaikan penerimaan, fasilitasi dan pengawasan Bea Cukai tidak lepas dari kontribusi seluruh lapisan masyarakat.
"Besar harapan kinerja positif ini dapat berlanjut sehingga dapat mendukung kinerja APBN dan Bea Cukai di tahun 2024, serta menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi berbagai tantangan global ke depan,” kata dia.