Pertumbuhan Ekonomi Kuartal 2 Diramal Melemah Meski Ada Idul Fitri
Badan Pusat Statistik atau BPS akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2024 pada hari ini. Senin (5/7). Para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada April-Juni ini melembat dibandingkan kuartal sebelumnya meski masih akan di atas 5%.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksikan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2024. Badan Pusat Statistik atau BPS siang ini akan merilis nilai produk domestik bruto (PDB) kuartal II 2024.
“Prediksi saya PDB Indonesia kuartal II 2024 berkisar 4,97% hingga 5,01%. Lalu keseluruhan tahun 2024 adalah sebesar 5,0% hingga 5,1%,” kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky, Senin (5/8).
Riefly menjelaskan, perekonomian Indonesia secara umum relatif melemah pada kuartal II 2024 dibandingkan kuartal sebelumnya. Dia menuturkan, hal tersebut dikarenakan tidak adanya faktor musiman yang memicu aktivitas ekonomi ditambah tingginya ketidakpastian global. Momentum Ramadan berlangsung pada Maret diakhiri Idul Fitri pada 10 April.
“Berlanjutnya permasalahan struktural berdampak negatif terhadap pertumbuhan PDB,” ujar Riefky.
Dia menambahkan, ketidakpastian mengenai arah kebijakan oleh pemerintahan mendatang juga mendorong masyarakat cenderung menahan konsumsinya. Di sisi lain, dia mengatakan investor juga bersikap wait and see sehingga pertumbuhan ekonomi berpotensi melambat pada kuartal II 2024.
Senada dengan Riefky, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal II 2024. “Kami memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia akan melambat, tetapi tetap berkisar 5% secara tahunan pada kuartal II 2024,” kata Josua.
Josua menjelaskan, pertumbuhan yang masih berada di kisaran 5% terutama didorong oleh permintaan domestik yang relatif tetap kuat meskipun terjadi penurunan permintaan eksternal. Josua melihat, melemahnya permintaan eksternal sebagian besar disebabkan oleh perlambatan ekonomi global, terutama Cina.
Cina sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan mitra dagang utama Indonesia, mengalami perlambatan ekonomi secara signifikan dari 5,3% secara tahunan pada kuartal I 2024 menjadi 4,7% secara tahunan pada kuartal II 2024. “Ini berdampak buruk pada kinerja ekspor,” ujar Josua.
Josua memperkirakan permintaan domestik juga diperkirakan akan melambat karena beberapa faktor. Faktor pertama yaitu pergeseran Ramadhan dari kuartal kedua ke kuartal pertama tahun yang bisa mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
“Mengingat konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh perekonomian Indonesia. Pergeseran ini dapat berdampak pada PDB secara keseluruhan,” kata Josua.
Faktor kedua yaitu belanja pemerintah diperkirakan akan melambat secara signifikan seiring dengan normalisasi belanja setelah pemilu 2024. Lalu faktor ketiga yaitu investasi swasta kemungkinan akan tetap lemah, seperti yang ditunjukkan oleh PMI manufaktur yang menurun.
Menurut Josua, hal tersebut mencerminkan pendekatan wait and see yang terus berlanjut di kalangan produsen. Hal itu didorong oleh ketidakpastian atas agenda kebijakan ekonomi pemerintah baru dan risiko yang terkait dengan perlambatan ekonomi global, dan dampak yang bersumber dari risiko suku bunga kebijakan higher for longer oleh The Fed yang menyebabkan pelemahan rupiah.
“Kami melihat bahwa hal ini memang menghambat rencana ekspansi bisnis,” ujar Josua.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya optimistis kinerja ekonomi Indonesia tumbuh pada kuartal II 2024 meski hadapi hadapi ketidakpastian ekonomi global. Pertumbuhan tersebut akan didukung oleh konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi.
"Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5% secara tahunan melanjutkan kinerja kuartal I 2024 yang tumbuh sebesar 5,11%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat (8/2).
Sri Mulyani juga memproyeksikan aktivitas ekspor barang meningkat didorong ekspor produk manufaktur dan pertambangan, terutama ke negara mitra dagang utama seperti India dan Cina.
"Ke depan, peningkatan aktivitas perekonomian domestik diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun 2024," ujar Sri Mulyani.