Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah kini mewaspadai risiko yang dihadapi Indonesia apabila Amerika Serikat mengalami resesi ekonomi.
Kondisi tersebut dapat memicu keluarnya aliran modal dari pasar domestik Indonesia ke AS alias capital flight. Sebab, tingkat suku bunga dalam negeri lebih tinggi dari laju inflasi.
Bank Indonesia pada bulan lalu masih mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25%. Tingkat inflasi pada Juli 2024, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebesar 2,13% secara tahunan.
"Kami melihat tingkat suku bunga kita dibandingkan inflasi gap-nya agak tinggi," kata Airlangga saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (5/8). "Kami terus monitor dan berharap tingkat suku bunga acuan AS pada kuartal keempat 2024 dapat turun, walaupun belum ada yang menjamin."
Tingkat pengangguran AS melonjak ke level tertinggi hampir tiga tahun, yakni sebesar 4,3%, pada bulan Juli 2024. Peningkatan tersebut mendorong ekspektasi pemotongan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), pada September 2024.
“Lonjakan angka pengangguran menunjukkan resesi pada 2025," kata peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, Gary Clyde Hufbauer dikutip dari Al Jazeera, Senin (5/8).
Hufbauer memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga pada September 2024 dan akan terus memangkasnya pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Respons tersebut demi memastikan resesi ekonomi tidak terjadi.
Ekonom di Goldman Sachs dan Citigroup juga mengubah ekspektasi terkait pemotongan suku bunga bank sentral menjadi setengah poin pada September dan November tahun ini. Lalu, pemotongan suku bunga seperempat poin pada Desember 2024.
Selain pengangguran, kinerja manufaktur juga mengarah pada sentimen yang negatif. Hal tersebut ditangkap sebagai tanda-tanda tren penurunan ekonomi AS.