RI Banyak Impor Nonmigas dari Cina, Jepang dan Thailand

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (5/8/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada semester I 2024 tumbuhn 5,08 persen.
15/8/2024, 16.06 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari hingga Juli 2024 adalah Cina, Jepang, dan Thailand.

Plt Kepala BPS Amalia A Widyasanti mengatakan Cina masih menjadi negara utama asal impor nonmigas Indonesia dengan kontribusi 35,91% terhadap total impor nonmigas Indonesia.

"Ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang kira-kira sebesar 35,20% dan impor nonmigas dari Cina mencapai US$ 6,53 miliar atau naik dibandingkan Juni 2024,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/8).

Selanjutnya impor nonmigas terbesar yaitu Jepang sebesar US$7,88 miliar atau 7,18% dan Thailand US$5,73 miliar atau sebesar 5,21%. Sementara impor nonmigas dari ASEAN sebesar US$19,59 miliar atau 17,84% dan Uni Eropa US$7,09 miliar atau sebesar 6,45%.

Impor RI Melonjak Signifikan

Secara total, nilai impor Indonesia mencapai US$21,74 miliar pada Juli 2024 Nilai impor ini naik 17,82% dibandingkan Juni 2024 atau naik 11,07% dibandingkan Juli 2023.

Amalia merinci, impor migas pada Juli 2024 mencapai US$3,56 miliar. Angka tersebut naik 8,78% dibandingkan Juni 2024 atau naik 13,59% dibandingkan Juli 2023.

Sementara itu, impor nonmigas Juli 2024 tercatat senilai US$18,18 miliar. Angka tersebut naik 19,76% dibandingkan Juni 2024 atau naik 10,60% dibandingkan Juli 2023.

Dari sepuluh golongan barang utama nonmigas pada Juli 2024, BPS mencatat mesin atau peralatan mekanis dan bagiannya mengalami peningkatan terbesar senilai US$ 555,4 juta atau 21,25% dibandingkan Juni 2024.

Sementara golongan instrumen optik, fotografi, sinematografi, dan medis menjadi satu-satunya golongan barang utama nonmigas yang turun menjadi US$58,7 juta atau 11,75%.

Reporter: Rahayu Subekti