Ekonom senior yang kerap mengkritik pemerintahan kini sudah berpulang. Faisal Basri tutup usia pada Kamis (5/9) pukul 03.50 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta dalam usia 65 tahun.
Sikap kritis itu sejalan dengan prinsip hidupnya yang fokus pada nilai-nilai demokrasi, transparansi dan keadilan. Dengan prinsip hidup itu, dia turut menginisiasi pembentukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Faisal bersama teman-temannya membangun lembaga riset independen Indef di Jakarta pada Agustus 1995. Dia membangun Indef setelah berhasil lulus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) pada 1985.
Berdasarkan laman resminya, Indef didirikan oleh Didik J Rachbini, Didin S Damanhuri, Faisal Basri, Fadhil Hasan, Aviliani, Ahmad Erani Yustika, dan sejumlah ahli ekonomi lain.
Didik mengenang mantan dosen Ilmu Ekonomi UI itu sebagai seorang yang memiliki prinsip kuat. Menurut Didik, Faisal menginginkan kebijakan ekonomi dan politik yang dikelola demi kepentingan publik.
“Faisal Basri adalah sosok yang tegas dan berani dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam ekonomi dan politik Indonesia,” kata Didik dalam keterangan resmi, Kamis (5/9).
Menurut Didik, pandangan Faisal dan dirinya tidak berbeda. Kesamaan pandangan itu ada dalam kemandirian analisis ekonomi dan keinginan mendorong reformasi ekonomi yang lebih adil dan pro rakyat. “Tetapi Faisal lebih berani, gamblang, dan terus terang," ujar Didik.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto menyebut sosok faisal sebagai guru dan mentor bagi semua peneliti di lembaga riset tersebut.
Eko juga menilai gagasan ekonomi Faisal disampaikan dalam berbagai karya dan beragam media. Baik melalui buku-buku, artikel, diskusi-diskusi, sosial media, hingga terjun langsung ke lapangan untuk menyuarakan pemikirannya.
“Faisal Basri menjadi inspirasi bagi peneliti-peneliti muda Indef, generasi milenial, dan generasi Z,” ujar Eko.
Terlibat Pembubaran Petral Pertamina
Kiprah Faisal selama hidupnya tak hanya sampai situ. Keponakan Wakil Presiden Adam Malik itu pernah menjabat sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode pertama.
Pada 16 November 2014, Jokowi memberikan amanah kepada Faisal untuk memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Sektor Migas. Tim tersebut juga akhirnya dijuluki sebagai Tim Pemberantasan Mafia Migas.
“Kekayaan alam kita menjadi berkah, bukan kutukan, bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itulah barangkali makna dari penugasan Tim Pemberantasan Mafia Migas. Kesempatan emas untuk menata sektor migas secara total,” tulis Faisal dalam blog pribadinya yang dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada 17 November 2024.
Tim yang diketuai langsung oleh Faisal itu nyatanya berhasil membongkar kasus mafia di dalam bisnis minyak Indonesia. Keberadaan mafia ditemukan dalam proses penawaran impor yang dilakukan kepada PT Pertamina Energy Trading Limited atau Petral.
Kala itu, Tim Reformasi Tata Kelola Migas menemukan indikasi kebocoran informasi soal spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung. Tim juga menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan yang tidak diketahui terlibat dalam proses tender oleh Petral.
Berdasarkan catatan Katadata.co.id, Tim Reformasi Tata Kelola Migas mencatat bisnis trading minyak mentah dan bahan bakar minyak Petral yang dijalankan Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) yang berkedudukan di Singapura.
Sementara pengembangan bisnis nonminyak dilakukan Zambesi Investment Limited di Hong Kong. “Dari dulu Petral mau dibubarkan karena tidak ada gunanya, mengapa bikin dua kali konsolidasi laporan keuangan?” kata Faisal pada 2015.
Rekomendasi Persoalan Petral
Faisal dan tim kemudian memberikan sejumlah rekomendasi terkait persoalan Petral tersebut. Pertama, tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) tidak lagi dilakukan oleh PES melainkan integrated supply chain atau ISC Pertamina.
Rekomendasi kedua yaitu mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer. Lalu ketiga yaitu melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang.
Pada akhirnya, rekomendasi tersebut ditindaklanjuti Menteri ESDM Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) kala itu Dwi Soetjipto. Pemerintah dan Pertamina memutuskan membubarkan bisnis Petral pada Mei 2015.
Meskipun begitu, Faisal sempat mengaku kurang puas terhadap keputusan pembubaran Petral. Sebab, kasus mafia migas masih rawan karena unit ISC yang menangani perdagangan Pertamina masih diisi orang-orang lama Petral.
“Jangan senang dulu, keuntungan US$ 22 juta itu belum seberapa dari banyaknya uang yang dimainkan oleh mafia migas," kata Faisal pada Mei 2015.