Untung Rugi Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis 2,5% yang Diserahkan ke Prabowo
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara atau BAKN DPR telah menyepakati usulan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar 2,5%. Kebijakan cukai MBDK sudah dikaji sejak 2019 hingga menjelang pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir, tetapi keputusan implementasinya diserahkan kepada pemerintahan Prabowo Subianto.
Cukai MBDK ingin diterapkan untuk mengatasi kasus diabetes yang meningkat di Indonesia. Dalam riset terbaru Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) 2024, cukai MBDK dapat memberikan manfaat ekonomi dan mengurangi beban kasus diabetes melitus tipe 2 hingga 2033.
Namun di sisi lain, penerapan cukai MBDK dikhawatirkan akan berdampak kepada industri. Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies Media Wahyudi Askar menilai tarif cukai MBDK yang terlalu tinggi bisa membebani industri.
“Beban ini terutama kepada produsen kecil. Ini harus terus di survei oleh pemerintah soal dampaknya dan dikalkukasi biaya dan benefitnya,” kata Media kepada Katadata.co.id, Rabu (11/9).
Meskipun begitu, Media menilai cukai MBDK sebesar 2,5% pada 2025 merupakan langkah moderat sebagai permulaan sebelum dinaikkan bertahap hingga 20%. Hanya saja, ia menilai efektivitasnya perlu dievaluasi secara berkala.
Media mengatakan, cukai MBDK pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis. Hal itu berkaitan dengan masalah kesehatan seperti obesitas dan diabetes.
“Dari perspektif kesehatan publik, semakin tinggi tarif cukai, semakin efektif dalam menurunkan permintaan,” ujar Media.
Media menyebut pengawasan yang tepat perlu dilakukan agar penerapan cukai MBDK mencapai tujuan dengan maksima, baik dari sisi kesehatan dan juga industri. Pendekatan yang digunakan, menurut dia, dapat melibatkan sistem perpajakan digital terintegrasi sehingga memungkinkan pemantauan setiap produk melalui barcode atau label digital.
“Pengawasan di lapangan harus diperkuat dengan keterlibatan otoritas lokal dan lembaga independen untuk mencegah penghindaran cukai. Ini perlu kerja sama dengan dinas-dinas di daerah,” kata Media.
Dampak Cukai MBDK untuk Konsumen, Industri, dan Ekonomi
Dampak penerapan cukai MBDK, menurut Media diradakan oleh konsumen dan perekonomian. Bagi konsumen, cukai akan menyebabkan kenaikan harga MBDK yang berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis.
“Pola konsumsi juga bisa berubah, dengan peralihan ke produk yang lebih sehat,” ujar Media.
Sementara dari sisi industri, Media mengatakan akan terjadi potensi penurunan penjualan, terutama bagi produsen kecil dan menengah. Penurunan penjualan tentu dapat berdampak pada serapan tenaga kerja.
Namun demikian, menurut dia, penerapan cukai juga dapat mendorong inovasi dalam bentuk produk yang lebih sehat dengan kandungan gula lebih rendah. Hal ini membuka peluang meningkatnya produksi minuman sehat yang dapat mengimbangi dampak tersebut.
“Lagi-lagi, dampak ini harus terus diukur dan dievaluasi dari waktu ke waktu,” kata Media.
Adapun yang pasti, menurut Media, penerimaan negara akan meningkat berkat cukai MBDK. Pendapatan tersebut menurutnya dapat digunakan untuk mendanai program kesehatan publik.
Potensi Inflasi Terbatas
Media melihat penerapan cukai MBDK juga dapat berdampak pada inflasi. Namun, tekanan inflasi akibat pemberlakuan cukai ini akan terbatas, yang hanya diakibatkan mekanisme cost push inflation atau gejala kenaikan rata-rata harga umum secara terus menerus yang disebabkan oleh adanya dorongan biaya.
“Inflasi terbatas ini di mana produsen meningkatkan harga untuk menutupi biaya cukai yang lebih tinggi,” kata Media.
Kenaikan harga MBDK juga memungkinkan akan berdampak langsung pada kelompok produk minuman dalam indeks harga konsumen atau IHK. Namun, MBDK bukan barang kebutuhan pokok sehingga dampaknya pada inflasi secara keseluruhan mungkin tidak signifikan.
Menekan Angka Penderita Diabetes dan Daya Beli
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai langkah penerapan cukai MBDK sudah tepat. Hal itu perlu dilakukan sesegera mungkin untuk mengatasi peningkatan penderita diabetes.
“Cukai MBDK ini sudah tepat dikenakan karena angka penderita diabetes makin tinggi dan ini menyebabkan klaim biaya kesehatan makin besar,” kata Esther.
Esther menyebut penyakit diabetes berimplikasi pada timbulnya penyakit lainnya. Namun, ia menyoroti jika penerapan cukai dilakukan saat industri menghadapi kondisi daya beli masyarakat yang masih turun.
“Takutnya jika diimplementasikan sekarang akan mendorong daya beli masyarakat semakin turun,” ujar Esther.
Dalam laporan terbaru CISDI tahun ini, cukai MBDK dapat memberikan dampak ganda yang positif. Untuk itu, Health Economics Research Associate CISDI, Muhammad Zulfiqar Firdaus mengatakan cukai MBDK semakin mendesak untuk diterapkan.
“Pemberlakuan cukai MBDK dapat mengurangi angka penderita diabetes melitus tipe 2 dan dapat mencegah potensi 455.310 kasus kematian kumulatif akibat penyakit tersebut dalam sepuluh tahun ke depan,” kata Zulfiqar.
Jika cukai MBDK diterapkan hingga 20%, Zulfikar menyebut hal itu berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis dan gula harian rata-rata sebanyak 5,4 gram untuk laki-laki dan 4,09 gram untuk perempuan. Berdasarkan perhitungan pemodelan ekonomi, Zulfiqar menyebut penurunan angka konsumsi MBDK akan mencegah 253.527 kasus overweight dan 502.576 kasus obesitas hingga 2033.